Rabu, 06 Februari 2013

Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan

KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan taufiknya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan“ yang dimaksud untuk dijadikan prasyarat sebagai bahan dalam penyelesaian tugas portofolio matakuliah Manajemen Pertumbuhan Wilayah. Segala daya dan upaya penulis curahkan demi penyusunan makalah ini sebaik-baiknya. Penulis menyadari atas kemampuan yang terbatas dan tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Semoga makalah ini bisa membantu bagi siapa saja yang membutuhkan sedikit pengetahuan tentang “Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan ”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Imran Tadjuddin selaku dosen dan fasilitator yang telah memberikan ilmu dan bantuan, baik materil dan nonmateril, kepada penulis sehingga penulis memiliki bekal guna menyusun makalah ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman – teman kelas N mata kuliah Manajemen Pertumbuhan Wilayah yang telah menciptakan suasana yang kondusif sehingga mempermudah penulis mendapatkan ilmu guna menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa penulis ucapkan kepada kedua orang tua atas dukungan, baik materi maupun non materi dan seluruh pihak ,seperti penulis buku, jurnal, dan artikel yang telah memberikan bahan materi untuk penyusunan makalah ini. Namun demikian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan untuk di masa yang akan datang. Makassar, Mei 2012 Penulis Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah Bab 2 Kerangka Teori 2.1 Bab 3 Pembahasan 3.1 Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan 3.2 Dampak Positif dan Negatif Pembangunan Bab 4 Penutup 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran Daftar Pustaka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya, terfokus pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto ( PDB ) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) pada tingkat daerah baik Propinsi, Kabupaten maupun Kota. Pelaksanaan pembangunan Indonesia selama ini juga tidak terlepas dari pandangan tersebut. Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan daerah, sebab daerah adalah bagian integral dari suatu negara. Indonesia sebagai suatu negara kesatuan, rencana pembangunannya meliputi rencana pembagunan nasional maupun rencana pembangunan dalam tataran regional. Pembangunan ekonomi nasional mempunyai dampak atas struktur ekonomi nasional dan struktur ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana Pemerintah Daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dan pihak swasta guna penciptaan lapangan kerja, serta dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002). Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah, sangat ditentukan oleh kebijakan-kebijakan pembangunan yang berlandaskan pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja secara optimal dari segi jumlah, produktivitas dan efisien. Dalam penentuan kebijakan, haruslah memperhitungkan kondisi internal maupun perkembangan eksternal. Perbedaan kondisi internal dan eksternal hanyalah pada jangkauan wilayah, dimana kondisi internal meliputi wilayah daerah/regional, sedangkan kondisi eksternal meliputi wilayah nasional. Pembangunan ekonomi daerah melibatkan multisektor dan pelaku pembangunan, sehingga diperlukan kerjasama dan koordinasi diantara semua pihak yang berkepentingan. Pemerintah daerah akan bertanggung jawab secara lebih penuh terhadap kebijakan dasar yang diperlukan bagi pembangunan daerah, khususnya yang menyangkut pembangunan sarana dan prasarana, investasi dan akses terhadap sumber dana, kebijakan lingkungan, pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan) serta pengembangan sumberdaya manusia. Sejak era reformasi tahun 1999 terjadi pergeseran paradigma dalam sistim penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi atau disebut Otonomi daerah yang mengandung makna, beralihnya sebagian besar proses pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah (Armida, 2000). Hal ini membawa implikasi mendasar terhadap keberadaan tugas, fungsi dan tanggung jawab pelaksanaan otonomi daerah yang antara lain dibidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan antar daerah serta pencarian sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan dengan cara menggali potensi yang dimiliki oleh daerah. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi daerah sangat ditentukan oleh kebijakan daerah itu sendiri dalam menentukan sektor-sektor yang diprioritaskan untuk pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut B. Pokok Permasalahan Berlandaskan dari latar belakang dan uraian di atas dimana pertumbuhan suatu wilayah itu Hal ini disebabkan oleh belum optimalnya pengembangan potensi daerah. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah : “Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan ” BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pembangunan Dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000). Istilah pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya bahkan antara negara satu dengan Negara lain. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product (GNP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu Propinsi, Kabupaten atau Kota. Definisi pembangunan tradisional ini sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara menjadi negara industrialisasi. Kontribusi sektor pertanian mulai digantikan dengan kontribusi industri. Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Beberapa ekonom modern mulai mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengurangan distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Jelasnya bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional (Mudrajat, 2003). Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan daerah dari suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai (Todaro,2000; Mudrajat, 2000;) 1. Ketahanan (Sustenance): Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan,papan, kesehatan dan proteksi) untuk mempertahankan hidup. 2. Harga diri ( Self Esteem ): Pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu 3. Freedom from servitude: Kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Salah satu aspek pembangunan wilayah (regional) adalah pembangunan ekonomi yang bertujuan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur. Perubahan struktur ekonomi dapat berupa peralihan dari kegiatan perekonomian ke nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produksi, serta perubahan status kerja buruh. Karena itu konsep pembangunan wilayah (regional) sangat tepat bila didukung dengan teori pertumbuhan ekonomi, teori basis ekonomi, pusat pertumbuhan dan teori spesialisasi. Rahardjo Adisasmita (2005), menyatakan bahwa Pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, tehnologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Terdapat pula beberapa teori penting lainnya mengenai pembangunan ekonomi wilayah (regional) diantaranya menurut aliran Klasik yang dipelopori oleh Adam Smith dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan tehnologi dan perkembangan jumlah penduduk. Sumbangan pemikiran aliran Neo Klasik tentang teori pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut : 1. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi 2. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual 3. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif 4. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan). 5. Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik ini telah banyak digunakan dalam analisis regional namun terdapat beberapa asumsi mereka yang tidak tepat antara lain, (a). Full employment yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada system multi regional dimana persoalan–persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumberdaya, dan (b). persaingan sempurna tidak bisa diberlakukan pada perekonomian regional dan spasial. Selanjutnya Todaro (1997) menyatakan bahwa, terdapat beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Salah satu klasifikasinya adalah faktor fisik dan manajemen. Secara spesifik disebutkan terdapat 3 faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi yaitu, akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik. Namun ini tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan mempekerjakan tambahan pekerja itu secara produktif. Faktor utama lainnya adalah kemajuan tehnologi. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Disini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Beberapa ahli ekonomi pembangunan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan, dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas (Lincolyn, 1999). Perroux yang terkenal dengan teori kutub pertumbuhan menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul diberbagai daerah pada waktu yang bersamaan. Pertumbuhan hanya terjadi dibeberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda (Perroux, 1988 dalam Mudrajat , 2002). Selanjutnya Kuznets (Todaro, 2000), yang telah berjasa dalam memelopori analisis pola-pola pertumbuhan historis di negara-negara maju mengemukakan bahwa, pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahapan berikutnya hal itu akan membaik. Observasi inilah yang kemudian terkenal secara luas sebagai konsep kurva U- terbalik dari Kuznets. Di sisi lain Hoover (1977), menerangkan bahwa teori pertumbuhan regional berbasis ekspor merupakan beberapa aktivitas disuatu daerah adalah basic, dengan kata lain pertumbuhannya menimbulkan serta menentukan pembangunan menyeluruh daerah tersebut. Sedangkan aktivitas-aktivitas lain (non-basic) merupakan konsekwensi dari pembangunan menyeluruhnya. Demikian pula menurut Bendavid-Val (1991), menyatakan bahwa semua pertumbuhan regional ditentukan oleh sektor basic, sedangkan sektor non-basic hanyalah yang mencakup aktivitas pendukung, seperti perdagangan, jasa-jasa perseorangan, produksi input untuk produk-produk di sektor basic, melayani industri-industri di sektor basic maupun pekerja-pekerja beserta keluarganya di sector basic, atau menurut Bachrul (2004), dikatakatan bahwa kegiatan-kegiatan basis adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa diluar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, sedangkan kegiatan bukan basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal dalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Menurut model ini multiplier basis ekonomi dihitung menurut banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan. B. Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah Potensi ekonomi suatu daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan (Soeparmoko, 2002). Telah diketahui bersama bahwa tujuan pembangunan ekonomi pada umumnya adalah peningkatan pendapatan riel perkapita serta adanya unsur keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha. Dengan mengetahui tujuan dan sasaran pembangunan, serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki suatu daerah, maka strategi pengembangan potensi yang ada akan lebih terarah dan strategi tersebut akan menjadi pedoman bagi pemerintah daerah atau siapa saja yang akan melaksanakan usaha di daerah tersebut. Oleh karena itu langkah-langkah berikut dapat dijadikan acuan dalam mempersiapkan strategi pengembangan potensi yang ada didaerah, sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi sektor-sektor kegiatan mana yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masing-masing sector 2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang potensinya rendah untuk dikembangkan serta mencari factor-faktor penyebab rendahnya potensi sektor tersebut untuk dikembangkan. 3. Mengidentifikasi sumberdaya (faktor-faktor produksi) yang ada termasuk sumberdaya manusianya yang siap digunakan untuk mendukung perkembangan setiap sektor yang bersangkutan. 4. Dengan model pembobotan terhadap variabel - variabel kekuatan dan kelemahan untuk setiap sektor dan sub-sektor, maka akan ditemukan sektor-sektor andalan yang selanjutnya dianggap sebagai potensi ekonomi yang patut dikembangkan di daerah yang bersangkutan. 5. Menentukan strategi yang akan ditempuh untuk pengembangan sektor-sektor andalan yang diharapkan dapat menarik sektor-sektor lain untuk tumbuh sehingga perekonomian akan dapat berkembang dengan sendirinya (self propelling) secara berkelanjutan (sustainable development) . C. Sektor Potensial Dalam Pengembangan Wilayah Persoalan pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada sumberdaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan peningkatan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama Pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengidentifikasi potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah. Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor tertentu pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990). Dari definisi tersebut diatas dimaksudkan bahwa wilayah yang memiliki potensi berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian pengembangan wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor yang memiliki potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal yang kemudian diikuti oleh perkembangan sektor lain yang kurang potensial. Dalam pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektorsektor perekonomian yang potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi perkembangan sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan. Jadi disimpulkan bahwa pengembangan suatu sektor ekonomi potensial dapat menciptakan peluang bagi berkembangnya sektor lain yang terkait, baik sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor potensial yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal inilah yang memungkinkan pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah secara keseluruhan. BAB III PEMBAHASAN Seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk menganalisi potensi ekonomi wilayahnya. Hal ini terkait dengan kewajibannya di satu sisi menentukan sector-sektor riil yang perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan disisi lain mampu mengidentifikasikan factor-faktor yang membuat potensi sector tertentu rendah dan menentuk dkan apakah prioritas untuk mananggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas menetapkan sector/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sector yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sector yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sector-sektor lain untuk berkembang. Ada beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relative perekonomian suatu wilayah. Alat analisi itu antara lain keunggulan komparatif, location quotient, dan analisis shift-share. A. Keunggulan Komparatif Istilah comparative advantage (keunggulan komparatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua Negara. Dalam teori tersebut, ia membuktikan bahwa apabila ada dua Negara yang saling berdagang dan masing-masing mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang bagi Negara tersebut memiliki keunggulan komparatif maka kedua Negara tersebut akan beruntung. Ternyata ide tersebut bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting diperhatikan dalam ekonomi regional. Keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu Negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relative dengan komoditi lain didaerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Apakah keunggulan itu adalah dalam bentuk nilai tambah rill maka dinamakan keunggulan absolute. Komoditi yang memiliki keunggulan walaupun hanya dalam bentuk perbandingan, lebih menguntungkan untuk dikembangkan dibandingkan dengan komoditi lain yang sama-sama diproduksi oleh kedua Negara atau daerah. Dalam perdagangan bebas antara daerah, mekanisme pasar mendorong masing-masing daerah bergerak kearah sector yang daerahnya memiliki keunggulan komparatif. Akan tetapi, mekanisme pasar sering kali bergerak lambat dalam mengubah struktur ekonomi suatu daerah. Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder. Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik (Tambunan, 2001). Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat. Menurut Rachbini (2001) data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu (provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat ditentukannya sektor unggulan (leading sektor) di suatu daerah/wilayah. Sektor unggulan adalah satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan penciptaan lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi di daerah. Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan Rachbini (2001). Keunggulan komperatif bagi suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Keunggulan komperatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang secara perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah (Tarigan, 2005). Sedangkan sektor unggulan menurut Tumenggung (1996) adalah sektor yang memiliki keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif dengan produk sektor sejenis dari daerah lain serta memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan juga memberikan nilai tambah dan produksi yang besar, memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi baik pasar lokal maupun pasar ekspor (Mawardi, 1997). B. Analisis Location Quotient ( LQ ) Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu tehnik pengukuran yang paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan sektor basis atau non basis (Prasetyo, 2001 : 41-53; Lincolyn, 1997: 290). Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Dengan dasar pemikiran economic base kemampuan suatu sektor dalam suatu daerah dapat dihitung dari rasio berikut : LQ = ( Lij/LJ ) / ( Nip/Np) Keterangan: Lij = Nilai tambah sektor i di daerah j (Kabupaten/Kota) Lj = Total nilai tambah sektor di daerah j Nip = Nilai tambah sektor i di daerah p (Propinsi/ Nasional) Np = Total nilai tambah sektor di p P = Propinsi /Nasional Lij/Lj = Prosentasi employment regional dalam sektor i Nip/Np = Prosentase employment nasional dalam sektor I Atau melalui formulasi berikut: V1R / VR LQ = ------------- V1 / V Dimana : V1R = Juml;ah PDRB suatu sektor kabupaten / kota VR = Jumlah PDRB seluruh sektor kabupaten/kota V1 = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat propinsi V = Jumlah PDRB seluruh sektor tingkat propinsi Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai berikut • Jika LQ > 1, merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi Kabupaten / kota lebih tinggi dari tingkat propinsi • Jika LQ = 1 , berarti tingkat spesialisasi kabupaten / kota sama dengan ditingkat propinsi • Jika LQ <1, adalah merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat Spesialisasi kabupaten/kota lebih rendah dari tingkat propinsi. Penggunaan LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Namun teknik ini mempunyai suatu kelemahan karena berasumsi bahwa permintaan disetiap daerah adalah identik dengan pola permintaan nasional, bahwa produktivitas tiap tenaga kerja disetiap daerah sector regional adalah sama dengan produktivitas tiap tenaga kerja dalam industri nasional, dan bahwa perekonomian nasional merupakan suatu perekonomian tertutup. Sehingga perlu disadari bahwa: [i] Selera atau pola konsumsi dan anggota masyarakat itu berbeda–beda baik antar daerah maupun dalam suatu daerah. [ii] Tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang untuk setiap daerah berbeda. [iii] Bahan keperluan industri berbeda antar daerah. Walaupun teori ini mengandung kelemahan, namun sudah banyak studi empirik yang dilakukan dalam rangka usaha memisahkan sektor-sektor basis – bukan basis. Disamping mempunyai kelemahan, metode ini juga mempunyai dua kebaikan penting, pertama ia memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor langsung. Kedua metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data historik untuk mengetahui trend (Prasetyo, 2001) Metode ketiga, yakni kebutuhan minimum (minimum requirements) adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri regional dan bukannya distribusi rata–rata. Untuk setiap daerah yang pertama dihitung adalah persentase angkatan kerja regional yang dipekerjakan dalam setiap industri. Kemudian persentase itu diperbandingkan dengan perhitungan hal-hal yang bersifat kelainan dan persentase terkecil dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi industri tertentu. Persentase minimum ini dipergunakan sebagai batas dan semua employment di daerah-daerah lain yang lebih tinggi dari persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat diulangi untuk setiap industri di daerah bersangkutan untuk memperoleh employmen basis total.Dibandingkan dengan metode LQ, metode ini malahan lebih bersifat arbiter karena sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasidisagregasi yang terlalu terperinci malahan dapat mengakibatkan hampir semua sector menjadi kegiatan basis atau ekspor. Teori basis ini mempunyai kebaikan mudah diterapkan, sederhana dan dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari perubahanperubahan jangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi peramalan jangka pendek . C. Analisis shift-share : Pada dasarnya analisis ini membahas hubungan antara pertumbuhan wilayah dan struktur ekonomi wilayah, untuk mengetahui perubahan struktur perekonomian dan pertumbuhan ekonomi di daerah dibandingkan dengan perekonomian daerah yang lebih tinggi digunakan analisis Shift- Share. Menurut Bendavid - Val (1983), Hoover (1984) (Lihat Prasetyo, 1993: 44) tehnik ini menggambarkan performance (kinerja) sektorsektor di suatu wilayah dibandingkan kinerja sektor-sektor perekonomian nasional. Dengan demikian dapat temukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu memperoleh kemajuan lebih lambat atau lebih cepat dari kemajuan nasional. Lincolyn Arsyad (1997: 290) dan Latif Adam (1994), mengemukakan bahwa analisis shift-share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tehnik ini membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya, dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan-perbandingan itu. Bila penyimpangan itu positif, hal itu disebut keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut. Tehnik shift–share ini membagi pertumbuhan sebagi perubahan (D) suatu variabel wilayah, seperti kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan atau output, selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh pertumbuhan nasional (N), bauran industri M dan keunggulan kompetitif (C) (Bendavid-Val, 1991). Pengaruh pertumbuhan nasional disebut pengaruh pangsa (share), pengaruh bauran industri disebut proporsional shift atau bauran komposisi, dan akhirnya pengaruh keunggulan kompetitif dinamakan pula differential shift atau regional share. Itulah sebabnya disebut tehnik shift–share. Berikut terdapat beberapa rumusan analisa shift share antara lain tehnik analisa shift – share Klasik dengan formulasi sebagai berikut : Untuk industri atau sektor i di wilayah j : (1) Dij = Nij + Mij + Cij Bila analisis itu diterapkan kepada kesempatan kerja (employment), E, maka : (2) Dij = E*ij - Eij (3) Nij = Eij.rn (4) Mij = Eij ( rin – rn ) (5) Cij = Eij (rij – rin ) Dimana : rin , rn dan rij mewakili laju pertumbuhan wilayah dan laju pertumbuhan nasional yang masing-masing didefinisikan sebagai : (6) rij = (E*ij - Eij ) / Eij (7) rin = ( E* in – Ein ) / Ein (8) rn = ( E* n – En ) / En dimana : Eij = tenaga kerja disektor i di wilayah j Ein = kesempatan kerja disektor i ditingkat nasional, dan En = kesempatan kerja nasional, semuanya diukur pada suatu tahun dasar. Untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional, bauran industri dan keunggulan kompetitif dapat ditentukan bagi sesuatu sektor i atau dijumlah untuk semua sektor sebagai keseluruhan wilayah. Persamaan shift-share untuk sektor i di wilayah j adalah : (9) Dij = Eijrn + Eij (rin – rn ) + Eij (rij – rin) Dari persamaan diatas membebankan tiap sektor wilayah dengan laju pertumbuhan yang setara dengan laju yang dicapai oleh perekonomian nasional selama kurun waktu analisis. Dalam penggunaan analysis shift-share diatas (model Klasik) harus mempertimbangkan keterbatasan teoritik yang ada. Menururt Prasetyo Soepono (1993) mencatat empat keterbatasan teoritik dari analysis shift-share ini yaitu: [i] Persamaan shift-share adalah suatu persamaan identitas sehingga tidak mempunyai implikasi- implikasi keperilakuan. Karena itu metode bukan untuk menjelaskan dan tidak analitik tetapi hanya mencerminkan suatu sistem akunting. [ii] Pertumbuhan industri pada suatu wilayah dibebani laju pertumbuhan yang ekuivalen dengan laju pertumbuhan tingkat nasional. Gagasan ini sangat sederhana sehingga dapat mengaburkan sebab- sebab pertumbuhan suatu wiiayah. [iii] Arti ekonomi dari dua komponen shift tidak dikembangkan dengan baik, sehingga tidak mudah dibedakan / dipisahkan. [iv] Analyisis shift-share mengasumsikan bahwa semua barang yang dijual secara nasional. Asumsi ini kurang realistis karena suatu barang yang bersifat lokal tidak bersaing dengan barang sejenis yang dihasilkan wilayah lain sehingga barang yang bersangkutan tidak memperoleh bagian dari permintaan agregat. Selanjutnya Estaban Marquillas (E-M) tahun 1972 ( Prasetyo, 1993) berusaha memodifikasi analisis shift-share ini sehingga terlihat pengaruh persaingan yang meliputi pengaruh persaingan dan pengaruh alokasi yang pada nantinya dapat menunjukkan keunggulan kompetitif dan sektor spesialisasi. Persamaan S-S yang direvisi itu mengandung suatu unsur baru, yaitu homothetic employment di sektor i di wilayah j, diberi notasi E’ij dan dirumuskan sebagai berikut : E’ij = Ej ( Ein / En )E’ ij di definisikan sebagai employment atau output atau pendapatan atau nilai tambah yang dicapai sektor i diwilayah j bila struktur kesempatan kerja diwilayah itu sama dengan struktur nasional. Dengan mengganti kesempatan kerja nyata, Eij, dengan homothetic employment, E’ ij, persamaan (5) diubah menjadi : C’ij = E’ ij ( rij - rin )C’ ij mengukur keunggulan atau ketidak-unggulan kompetitif di sektor I di perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya pengaruh alokasi atau allocation effect sektor i diwilayah j ( Aij ) dirumuskan sebagai berikut Aij = ( Eij - E’ij ) ( rij - rin ) Persamaan diatas menunjukkan bahwa bila suatu wilayah mempunyai spesialisasi di sektor-sektor tertentu, maka sektor-sektor itu juga menikmati keunggulan kompetitif yang lebih baik. Maksudnya efek alokasi, Aij itu dapat positif atau negatif. Efek alokasi positif mempunyai dua kemungkinan: pertama, Eij - E’ij <0 dan rij - rin < 0 dan kedua, Eij - E’ij > 0 dan rij - rin > 0. sebaliknya efek alokasi yang negatif mempunyai dua kemungkinan yang berkebalikan dengan efek alokasi positif tersebut diatas. Jadi modifikasi E-M terhadap analisis shift-share adalah : Dij = Eij (rn) + Eij (rij - rn ) + E’ij ( rij - rin ) + ( Eij - E’ij ) ( rij - rin ) Modifikasi selanjutnya terhadap analisis S-S adalah dikemukakan oleh Arcelus (1984) adalah dengan memasukkan sebuah komponen yang merupakan dampak pertumbuhan interen suatu wilayah atas perubahan (kesempatan kerja) wilayah. Modifikasi ini mengganti Cij dengan sebuah komponen yang disebabkan oleh pertumbuhan wilayah dan sebuah komponen bauran industri regional sebagai sisanya. Penekanan Arcelus terletak pada komponen kedua yang mencerminkan adanya aglomeration economies (penghematan biaya persatuan karena kebersamaan lokasi satuan-satuan usaha). Untuk menjelaskan regional growth effect berikut ini dirumuskan sebagai berikut : Rij = E’ij ( rij - rn ) + ( Eij - E’ij ) ( rj - rn ) Dimana : E’ij = homothetic employment sektor i di wilayah j Eij = employment disektor i di wilayah j rj = laju pertumbuhan wilayah j rn = laju pertumbuhan nasional Selanjutnya rumus berikut : Rij =E’ij (rij - rj) - (rin - rn ) + ( Eij - E’ij ) [( rij - rj ) - (rin- rn)] Menggambarkan komponen bauran industri regional yang dimodifikasi olehArcelus. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIFNYA DARI PEMBANGUNAN Dampak Positif Pembangunan Ekonomi • Melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. • Adanya pembangunan ekonomi dimungkinkan terciptanya lapangan pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat, dengan demikian akan mengurangi pengangguran. • Terciptanya lapangan pekerjaan akibat adanya pembangunan ekonomi secara langsung bisa memperbaiki tingkat pendapatan nasional. • Melalui pembangunan ekonomi dimungkinkan adanya perubahan struktur perekonomian dari struktur ekonomi agraris menjadi struktur ekonomi industri, sehingga kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara akan semakin beragam dan dinamis. • Pembangunan ekonomi menuntut peningkatan kualitas SDM sehingga dalam hal ini, dimungkinkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang dengan pesat. Dengan demikian, akan makin meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dampak Negatif Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, selain mempunyai dampak positif, ternyata pembangunan ekonomi juga mempunyai dampak negatif. Dari segi positif sudah jelas bahwa pembangunan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pendapatan nasional. Namun, pembangunan ekonomi juga berdampak negatif bagi kelestarian alam, diantaranya dengan berkurangnya sumberdaya alam akibat eksploitasi berlebihan, pencemaran udara akibat polusi industri dan pembangunan infrastruktur perekonomian yang identik dengan perusakan alam. Hal tersebut menimbulkan satu pertanyaan, apakah pembangunan ekonomi selalu identik dengan perusakan alam? Tulisan berikut ini akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut secara lebih mendalam. Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian merupakan sektor penting yang harus senantiasa dikembangkan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun, di tengah maraknya pembangunan perekonomian dewasa ini, terjadi masalah dilematis yang cukup pelik, yaitu menyangkut disharmonitas antara pembangunan perekonomian pada satu sisi dan pelestarian alam pada sisi yang lain. Berkurangnya sumberdaya alam, polusi pabrik dan alih fungsi lahan hijau menjadi lahan perekonomian, merupakan contoh akibat dari pembangunan ekonomi yang tidak selaras dengan pelestarian alam. Tuntutan percepatan pertumbuhan ekonomi, seperti yang terjadi di negara-negara sedang berkembang, menuntut semakin banyak pula sumberdaya alam yang diambil sehingga menyebabkan semakin sedikit jumlah persediaan sumberdaya alam tersebut. Dengan demikian, ada hubungan yang positif antara jumlah dan kualitas sumberdaya alam dengan pertumbuhan ekonomis, tetapi sebaliknya ada hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan persediaan sumberdaya alam di dalam bumi. Pertumbuhan ekonomi juga mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan karena percepatan pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti dengan peningkatan sektor industri. Dengan meningkatnya sektor industri tingkat pencemaran terhadap lingkungan akibat limbah proses produksi juga meningkat. Proses industrialisasi tidak hanya menciptakan jumlah total produksi yang meningkat tetapi juga meningkatkan jumlah polusi dari sisa produksi. Polusi akibat sisa produksi apabila tidak ditangani secara baik akan menimbulkan pemcemaran bagi lingkungan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga secara tidak langsung kerap mendatangkan masalah bagi masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi selalu berkorelasi positif dengan pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan perekonomian yang tentu saja membutuhkan lahan. Namun, semakin hari lahan yang tersedia semakin terbatas, akibatnya banyak lahan yang seharusnya diperuntukan sebagai hutan lindung atau sebagai daerah resapan air dialihfungsikan menjadi kawasan perekonomian. Banjir yang ‘rajin’ mengunjungi Jakarta merupakan salah satu contoh akibat alih fungsi daerah resapan air yang menjadi masalah bagi masyarakat. Setelah mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan ekonomi yang berkorelasi negatif dengan pelestarian alam, lantas muncul pertanyaan, Bisakah terjadi harmonisasi antara pembangunan ekonomi dengan pelestarian alam? jawabannya adalah bisa. Dampak negatif dari proses pembangunan ekonomi dapat dicegah salah satunya adalah melalui program pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan di bidang ekonomi yang tidak hanya berorientasi hasil untuk saat ini tetapi juga berorientasi pada masa depan dengan titik fokus pada keberlangsungan pelestarian lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa barometer keberhasilan sebuah pembangunan adalah keselarasan antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkesinambungan yang ditandai dengan tidak terjadinya kerusakan sosial dan kerusakan alam. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan harus diterapkan demi keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi alam dan lingkungan hidup. Jadi, secara ringkas dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang semata-mata ditujukan untuk memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan akan membawa dampak negatif tidak hanya bagi alam tetapi juga bagi masyarakat. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan adalah berkurangnya sumberdaya alam, pencemaran udara akibat polusi industri dan pembangunan infrastruktur yang identik dengan perusakan alam. Namun, hal tersebut dapat dicegah dengan menerapkan program pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Kesimpulan • Jadi disimpulkan bahwa pengembangan suatu sektor ekonomi potensial dapat menciptakan peluang bagi berkembangnya sektor lain yang terkait, baik sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor potensial yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal inilah yang memungkinkan pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah secara keseluruhan. • Keunggulan komperatif bagi suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. • Penggunaan LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Namun teknik ini mempunyai suatu kelemahan karena berasumsi bahwa permintaan disetiap daerah adalah identik dengan pola permintaan nasional, bahwa produktivitas tiap tenaga kerja disetiap daerah sector regional • adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu memperoleh kemajuan lebih lambat atau lebih cepat dari kemajuan nasional. Lincolyn Arsyad (1997: 290) dan Latif Adam (1994), mengemukakan bahwa analisis shift-share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Saran – Saran • Pemerintah perlu menetapkan kebijakan pembangunan dengan prioritas sektor unggulan/basis di masing-masing kabupaten/kota, dengan tetap memperhatikan sektor non basis secara proporsional. • Perlu mengenal secara baik daerah yang mempunyai potensi ekonomi spesialis (PES) dan potensi ekonomi rendah (PER), agar bijak dalam menentukan skala prioritas pembangunan, sehingga dapat merubah posisi Kabupaten/Kota masuk pada tipologi daerah yang lebih baik atau meminimalisir keberadaan kabupatenkabupaten pada tipologi daerah tertinggal. • Perlu melakukan revitalisasi semua sektor dimulai dari sektor yang memiliki nilai LQ>1 kemudian LQ<1, serta memacu peningkatan produktifitas dan profesionalitas dalam mengelola sektor-sektor potensial agar mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah baik Kabupaten/Kota maupun Propinsi. • Bagi investor yang ingin berinvestasi diharapkan bahan ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam memperhatikan sektorsektor yang potensial untuk dikembangkan serta prioritas pengembangan masingmasing sektor di Kabupaten/Kota. DAFTAR PUSTAKA • Kontruksi ketidakseimbangan pembangunan dalam telaah harmonisasi suprastruktur dan infrastruktur kebudayaan, Pengarang: DR. Arif Budi Wurianto, diakses dari http: http://www.02.246.ne.jp/~semar/ Menggunakan google! Pada tanggal 25 November,2008,16:30 oleh Najmu Laila. • Jhingan M.L, 1996, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta Manajemen Pertumbuhan Wilayah Tekhnik Analisis Pertumbuhan Wilayah Oleh: Kelompok IV A.ISMAIL HAMZAH ZULKARNAIN GAZALI ANDI JULIANA FEBBY FEBRIYANTO MUH. RIZAL ANGKAT PURWANTO MPD Tahun Ajaran 2011/2012 STIA LAN MAKASSAR

KEBIJAKSANAAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan taufiknya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Kebijaksanaan Administrasi Pembangaunan“ yang dimaksud untuk dijadikan prasyarat sebagai bahan dalam penyelesaian tugas portofolio matakuliah Administrasi Pembangunan. Segala daya dan upaya penulis curahkan demi penyusunan makalah ini sebaik-baiknya. Penulis menyadari atas kemampuan yang terbatas dan tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Semoga makalah ini bisa membantu bagi siapa saja yang membutuhkan sedikit pengetahuan tentang “Kebijaksanaan Administrasi Pembangaunan ”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alam Tauhid Syukur S.sos, M.si, selaku dosen dan fasilitator yang telah memberikan ilmu dan bantuan, baik materil dan nonmateril, kepada penulis sehingga penulis memiliki bekal guna menyusun makalah ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman – teman kelas j mata kuliah Administrast Pembangunan yang telah menciptakan suasana yang kondusif sehingga mempermudah penulis mendapatkan ilmu guna menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa penulis ucapkan kepada kedua orang tua atas dukungan, baik materi maupun non materi dan seluruh pihak ,seperti penulis buku yang telah memberikan bahan materi untuk penyusunan makalah ini. Namun demikian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan untuk di masa yang akan datang. Makassar, Mei 2012 Penulis BAB I PENDAHULUAN Seorang pemimpin, apalagi dalam kedudukan pimpinan pemerintahan yang tinggi, harus mengambill atau memutuskan kebijaksanaan itu sering juga disebut sebagai pengambilan keputusan. Namun ada juga pengarang yang membedakan antara mengenai hal-hal yang biasa dengan pengambilan keptusan sesuatu kebijaksanaan yang mempunyai implikasi yang cukup luas. Karena yang terakhir ini memerlukan analisa dan pertimbangan berdasaran informasi yang cukup. Sering kali merupakan suatu kegiatan daripada suatu analisa dan pembentukan kebijaksanaan. Proses tersebut ada yang formil maupun yang informil dan berjalan dalam suatu lingkungan tertentu (tujuan-tujuan) politik, pertumbuhan ekonomi, perkembangan sosial dan lain-lain.) dan dalam konteks seperti itu administrator berperan dalam mengambil, merumuskan atau memutuskan suatu kebijaksanaan. Mengenai pengambilan keputusan disini akan dikemukakan beberapa hal mengenai proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan. Dalam proses ini berperan tidak saja orang-orang tetapi juga lembga-lembaga. Berbagai arus proses analisa dan pembentukan kebijakan suatu negara, kadang-kadang dapat dilihat polanya. Biarpun hal ini tidak selalu tajam, karena kenyataan-kenyataan dalam praktek selalu lebih komplek. Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000). Istilah pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya bahkan antara negara satu dengan Negara lain. BAB II PEMBAHASAN Proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan negara atau pemerintah (sudah barang tentu termasuk kebijaksanaan pembangunan) dapat di bagi dalam tahap-tahap berikut. 1. Policy Germination. Penyusunan konsep pertama dari suatu kebijaksanaan 2. Policy Recommentdation. Rekomdasi mengenai suatu kebijaksanaan 3. Policy analysis.analisa kebijaksanaan.dimana berbagai informasi dan penelahaan dilakukan terhadap adanya rekomendasi suatu kebijaksanaan. Biasanya juga mempertimbangkan berbagai alternatif implikasi pelaksanaannya. 4. Policy formulation. Formulasi atau perumusan daripada kebijaksanaan yang sebenarnya. 5. Policy decision.atau policy approval. Pengambilan keputusan atau persetujuan formil terhadap suatu kebijaksanaan. Biasanya hal ini kemudian disahkan dalam bentu perundang-undangan atau peraturan (legitimasi) 6. Policy implementation. Pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan. 7. Policy evaluation. Evaluasi pelaksanaan kebijaksanaan-kebijaksanaan. Dapat dilakukan dengan mengikuti secara berkala ataupun pada sesuatu waktu tertentu. Seringkali menghasilkan suatu penyesuaian melalui analisa kebijaksanaan dan formulasi kebijaksanaan baru. Untuk memudahkan proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan.dalam buku pengantar administrasi pembangunan membagi subtansi kebijaksanaan negara atau pemerintah dalam lima kelompok 1. Analisa dan pembentukan kebijaksanaan tujuan-tujuan pembangunan nasional jangka jauh, dan dasar-dasar bagi kegiatan usaha negara dan masyarakat yang penting. 2. Analisa dan pembentukan kebijaksanaan tujuan-tujuan pembangunan jangka menengah 3. Analisa dan pembentukan kebijaksanaan pembangunan atau program-program tahunan 4. Analisa dan pembentukan kebijaksanaan Negara/pemerintah dalam rangka melaksanakan pemerintahan (public affairs, management of public service) 5. Analisa dan pembentukan kebijaksanaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan, terutama masalah-masalah jangka pendek. Yang di Indonesia ditujukan untuk menjaga stabilitas di berbagai bidang. Gladden memberikan lagi suatu klasifikasi dan tingkat tinggi rendahnya suatu kebijaksanaan. Ia membagi dalam : 1. Political policy (kebijaksanaan politik) 2. Executive policy (kebijaksanaan pelaksanaan/pemerintahan) 3. Administrative policy (kebijaksanaan administrative) dan 4. Technical (or operational) policy (kebijaksanaan teknis pelaksanaan) Dengan melihat tahap-tahap serta subtansi analisa dan pembentukan kebijaksanaan tersebut, maka kemudian dapat dicari pola arus, hubungan antar lembaga, serta koordinasi pada masing-masing tahap itu yang dilakukan oleh berbagai orang atau lembaga (Negara maupun yang dari luar pemerintah, seperti kelompok-kelompok kepentingan, pers, dan lain-lain). Dengan cara ini pula dapat dilihat lembaga atau orang mana yang menjadi strategis dalam proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan. Dilihat dari kepentingan suatu usaha pembangunan, maksud analisa itu adalah supaya dapat memperbaiki pola hubungan, arus, perbaikan informasi (dan sistim informasi) serta mungkin juga menyempurnakan lembaga-lembaga tertentu yang strategis, dengan tujuan meningkatkan kwalitas kebijaksanaan untuk pembangunan. Hal ini antara lain oleh karena pengambilan keputusan dalam pembentukan kebijaksanaan seringkali kurang inovatif dan kreatif. Beberapa factor yang dapat memperbaiki kwalitas kebijaksanaan dan memerlukan perhatian adalah sebagai berikut : 1. Kebijaksanaan-kebijaksanaan supaya tidak terlalu didasarkan atas selera seketika saja (whims) tetapi melalui suatu proses, sehingga ada tingkat rasionalitas tertentu. Dipertimbangkan berbagai alternative implikasi pelaksanaannya. Biarpun memang harus diakui bahwa suatu pengambilan keputusan mengenai kebijaksanaan tertentu, terutama apabila harus dilakukan oleh seseorang, diambil juga berdasar penilaian pribadi orang tersebut (one’s moral judgment) 2. Penyempurnaan informasi dan sistim informasi bagi analisa dan pembentukan kebijaksanaan. Dalam proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan Negara atau pemerintah perlu juga adanya unit-unit penelitian dan pengembangan, statistic, bank data dan lain-lain. Bahkan diberbagai negeri dikembangkan lembaga-lembaga pemikiran yang bebas dan disebut sebagai “think tank”. Informasi bukan saja dari antar lembaga pemerintah, tetapi juga menyerap dari luar pemerintahan. 3. Analisa atas dasar pertimbangan ekonomi. Tak dapat disangkal bahwa pada kenyataannya, perkembangan Negara-negara baru berkembang fundasinya adalah pembangunan ekonomi. Pemahaman dan pemakaian analisa ekonomi yang tepat, menjadi esensiil dalam proses dan pembentukan kebijkansanaan pembangunan. 4. Pertimbangan ekonomi dikemukakan diatas, karena justru seperti di Indonesia, dimasa lalu sangat mengabaikan hal itu. Hal yang bersifat ekonomispun seringkali pertimbangannya justru politis. Namun demikian harus diakui bahwa pertimbangan yang lebih luas kini harus dipakai dalam proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan pembangunan. Berbagai factor-factor ekonomi dan non ekonomi merupakan variable-variabel yang saling berkait dalam proses pembangunan. Kini dikembangkan apa yang disebut pendekatan secara kesatuan yang menyeluruh (unifed approach) 5. Pertimbangan kepada perspektif jangka panjang. Kebijaksanaan justru dimaksudkan untuk mengelakkan berbagai krisis dan kegoncangan. Dalam soal ini juga termasuk pertimbangan bahwa proses pembangunan suatu Negara sangat terkait dengan perkembangan didunia pada umumnya. Mengenai kebijaksanaan yang dasar dan fundamental bahkan seringkali harus dilihat dalam perspektif sejarah. 6. Kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan obyektif dari masyarakat, terutama dari golongan masyarakat yang besar jumlahnya tetapi tingkat kesejahteraan hidupnya masih relative rendah. Biasanya mereka ini justru tidak vocal. Dengan latar belakang Ini kepemimpinan administrative dapat berusaha untuk melakukan peran secara lebih baik dalam proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan serta pengambilan keputusannya. Dewasa ini telah dikembangkan berbagai peralatan analisa pengetahuan kebijaksanaan (policy sciences) Pengambilan Keputusan Mengenai pengambilan keputusan ini dapat dilihat sebagai salah satu fungsi seorang administrator, dan proses pengembilan keputusan sebagai salah satu segi dalam proses administrasi. Pertama akan diuraikan disini pengambilan keputusan sebagai salah satu fungsi kepemimpinan administrative. Dalam pelaksanaan kegiatan untuk menterjemahkan berbagai keputusan politik dan perundang-undangan berbagai alternative dapat dilalui, dan untuk itu pamilihan harus dilakukan. Kepemimpinan administrative harus menentukan pilihan-pilihan ini, harus mengambil keputusan. Pengambilan keputusan adalah soal yang berat oleh karena seringkali menyangkut kemungkinan adanya suatu kesalahan, atau menyangkut kepentingan banyak orang. Tidak ada sesuatu yang pasti didalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan administrative harus memilih di antara alternative-alternatif yang ada dan kemungkinan implikasi atau akibat suatu pengambilan keputusan tertentu. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan informasi mengenai permasalahanya, nasihat-nasihat dari dipengambil keputusan (one’s moral judgment). Kemungkinan untuk mengambil keputusan tidak tergantung dari pada tingginya pengetahuan seseorang. Bahkan orang yang mempunyai pengetahuan spesialisasi yang tinggi atau seorang intelektuil, seringkali tidak bias menjadi seorang administrator yang baik, karena sulitnya untuk mengambil keputusan. Chester I. Barnrd mengemukakan bahwa para intelektuil sangat sulit mengambil konsekwensi dari suatu kegiatan tertentu, kecuali itu mereka tidak persuasive, karena tidak atau kurang perhatian terhadap orang. Dalam pengambilan keputusan memang informasi atau pengetahuan, banyak membantu. Perkembangan secara terus menerus dilakukan untuk meningkatkan teknik-teknik dan analisa-analisa proyeksi, perkiraan keadaan, teknik-teknik evaluasi serta teknik manajemen lain yang membantu pengambililan keputusan Dilain pihak terdapat berbagai keterbatasan di dalam pengambilan keputusan yang bersifat institusionil maupun pribadi. Pola kebijakasanaan umum, standar-standar peraturan tertentu dan sikap kepemimpinan organisasi administrasi tertentu perlu diperhatikan. Kecuali itu seringkali pengambilan keputusan dipengaruhi oleh masalah-masalah dan hubungan-hubungan yang sifatnya pribadi. Hal ini lebih lagi terdapat dalam masyarakat yang kurang maju, dimana hubungan non pribadi masih belum berkembang. Terakhir perlu dikemukakan bahwa pengambilan keputusan tidak akan punya arti keputusan tersebut memang sulit atau tidak mungkin dilaksanakan atau tidak mendukung penterjemahan dalam suatu kegiatan yang efektif. Memang telah dikembangkan berbagai teknik-teknik manajemen tertentu untuk mendukung pengambilan keputusan. Pengetahuan operations research juga berkembang, yang menggunkan metode matematis dan cara-cara kwantifikasi dalam memberikan informasi untuk sesuatu pengambilan keputusan dalam rangka pelaksanaan manajemen. Hal ini dibantu dengan komputerisasi dalam pengolahan data secara otomatis. Namun demikian teknik-teknik ini masih jarang atau sulit diterapkan dalam administrasi Negara dalam banyak Negara-negara baru berkembang. Kecuali itu diperlukan input data-data yang baik, kemampuan tenaga pengolah, dan penyusun program dan lain-lain. Pengambilan keputusan dapat pula dilihat sebagai bagian dari proses administrasi itu sendiri. Proses administrasi dalam pemerintahan dapat dibagi dalam pengmbilan keputusan (sebagai pelaksanaan dari pada keputusan tertinggi yaitu penetapan kehendak politik atau undang-undang) dan pelaksanaan operasionil. Yang pertama juga disebut sebagai penentuan kebijaksanaan dan yang kedua pelaksanaan. Hal ini hanya dikemukakan sebagai peralatan analisa saja, didalam prakteknya sulit memisahkan antara keduanya. Menetapkan suatu kebijaksanaan pemerintahan yang sulit dilaksanakan karena kekurangan tenaga yang diperlukan, uang, peralatan dan teknologi mungkin dapat memberikan nilai symbolis tentang niat pemerintahan, tetapi hanya akan menimbulkan frustasi dan kritik dikemudian hari. Sebaliknya memulai program operasionil tanpa penentuan yang jelas dari kebijaksanaan dan tujuan yang mendasarinya, akan mengakibatkan kelemahan-kelemahan dalam pengorganisasian, cara-cara pembiayaan, evaluasi kemajaun dan lain-lain. Dalam proses administrasi diperlukan beberapa perhatian tertentu, yang akan membantu masalah pengambilan keputusan. Pertama, masalah pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan pada eselon-eselon administrative di bawahnya dan “clearance” dari pada pengambilan keputusan tingkat bawahan kepada atasnnya. Yang terakhir ini juga berarti pernyataan persetujuan mengenai pengambilan keputusan yang diambil pada eselon bawahan oleh atasannya. Dengan cara ini maka dapat dihindarkan penumpukan pengambilan keputusan oleh suatu pejabat tertentu, dan penyaringan pengambilan keputusan masalah-masalah sesuai dengan tingkat serta wilayah tanggung jawab suatu jabatan administrative. Hal inin terutama berlaku bagi jabatan-jabatan administrative tingkat tinggi. Karena apabila jabatan ini dibebani dengan masalah pengambilan keputusan yang kecil-kecil, maka mungkin ia akan kehilangan perhatian terhadap pengambilan keputusan mengenai kebijaksanaan dan program-program pokok” Pengambilan keputusan sebagai salah satu fungsi administrator mengandung dua unsure, yaitu mendasarkan diri atas fakta-fakta, dan kedua, atas nilai-nilai yang dianut (value judgment) si pengambil keputusan. Oleh karena itu pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan secara rasionil murni. Kecuali itu proses pengambilan keputusan sebagai bagian dari pada proses administrasi, seringkali dilakukan oleh banyak orang. Pengambilan keputusan organisasi administrative pada umumnya adalah hasil proses kolektif, hasil terakhir dari usaha bersama banyak orang dalam berbagai tingkat hirarki Di Negara-negara baru berkembang, proses pengambilan keputusan atau masalah pengambilan keputusan, merupakan persoalan yang banyak memerlukan perhatian. Tidak saja bahwa di dalam cara maupun proses pengambilan keputusan sering kali menghambat cara bekerjanya pemerintahan untuk bergerak secara dinamis, tetapi juga diperlukan pembaharuan di dalam cara dan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Di banyak Negara baru berkembang, sifat masyarakat tradisionil dibarengi dengan cara pemerintahan yang mengarah pada otokrasi (dalam bentuk-bentuk feudal kuno dan feudal baru) maka pengambilan keputusan seringkali amanat terpusat. Bahkan seringkali terpusatnya pengambilan keputusan ini pada hal-hal yang sifatnya remeh dan dimaksudkan antara lain dalam rangka paternalism dan spoil (pilih kasih ke-Bapak-an dalam member keuntungan dan hukuman). Kecuali itu seringkali unsure nilai-nilai dan selera seseorang lebih besar peranannya dari pada informasi dan kata-kata yang dimaksudkan mendukung suatu pengambilan keputusan. Kenyataan lain adalah bahwa juga mengenai data-data dan informasi, termasuk statistic, keadaan di Negara-negara baru berkembang masih sangat lemah. Oleh karena itu pengambilan keputusan sering kali lebih banyak didasarkan atas dasar akal sehat (commonsense). Dan banyak pula terjadi pengambilan keputusan berdasarkan “trial and error” (coba-coba, jika salah diperbaiki kembali). Ini bukan berarti bahwa pada tingkat pertumbuhan pertama suatu organisasi, atau suatu usaha pembangunan, pengambilan keputusan yang didesentralisasir akan menguntungkan. Justru oleh Karena penyebaran terlalu luas dari pengambilan keputusan dengan dasar yang lemah, kecuali akan merugikan konsistensi, juga mengandung dasar yang lemah, kecuali akan merugikan konsistensi, juga mengandung resiko kemungkinan kesalahan yang lebih besar. Demikian pula di dalam suatu birokrasi yang bersifat ritualis, pengambilan keputusan yang inovatif kurang terjadi. Peningkatan tersedianya data-data dan informasi yang cukup baik, penggunaan dasar-dasar yang lebih rasional dan tidak memihak, mengembangkan sedikit demi sedikit berbagai teknik manajemn sebagai alat pengambilan keputusan, secara bertahap mengembangkan cara delegasi dan clearance dalam proses pengambilan keputusan dan menyempurnakan tata hubungan pengambilan keputusan dalam pemerintahan, perlu dikembangkan bagi Negara-negara baru berkembang. Mengenai yang terakhir, dapat dikemukakan secara khusus proses pengambilan keputusan yang lebih jelas dan baik dalam usaha pembangunan terutama pembangunan ekonomi. Misalnya forum pengambilan keputusan kehendak politik tertinggi yaitu Dewan Perwakilan Rakyat mengenai strategi dasar pembangunan. Forum penentuan kebijaksanaan pemerintah tentang suatu usaha pembangunan yang berencana dengan atau tanpa suatu rencana pembangunan, di Indonesia misalnya adalah Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional. Seringkali kesahan atau legistimasinya dilakukan oleh lembaga politik. Sebelum sampai kepada tingkat itu dan atau dalam penyusunan rencana operasionil kebijaksanaan dasar tersebut. Kemudian berbagai forum tingkat pengambilan keputusan yang jelas di dalam pelaksanaan serta evaluasi dari pada usaha berencana tersebut. Untuk Negara-negara baru berkembang di mana terdapat elit-elit yang berperan sebagi unsure pembaharuan, maka pada mereka mungkin dituntut suatu pengemabilan keputusan mengenai suatu kebijaksanaan kearah pembaharuan dan pembangunan yang mengandung resiko. Resiko bahwa sesuatu yang baru dan bersifat perubahan, mungkin akan menimbulkan kegocangan atau ketidak efisienan, dan mungkin akan mungkin bertentangan dengan kepentingan golongan masyarakat tertentu (golongan tradisionil). Pengambilan keputusan disini menuntut pula keberanian moril. Dalam rangka ini, diperlukan kepemimpinan administrative yang juga bias melakukan pengambilan keputusan yang inovatif.

Evaluasi Kinerja dan Akuntabilitas PEMDA

Evaluasi Kinerja Evaluasi berkaitan dengan informasi mengenai nilai atau mamfaat satu kebijakan (William N Dunn,2000). Sifat Evaluasi: Fokus nilai mamfaat, Interdependensi fakta dan nilai, Berorientasi masa lalu dan masa kini, Dualitas nilai ,yakni sbg tujuan dan cara. Fungsi Evaluasi adalah untuk Memberi informasi, Memberi klarifikasi dan kritik, Memberi sumbangan pd aplikasi metode , perumusan masalah dan rekomendasi Kreteria Evluasi terdiri dari:  Efektifitas : apakah hasil sdh sesuai yg diinginkan  Efesiensi : Seberapa banyak usaha yg diperlukan ntuk mencapai tujuan  Kecukupan: seberapa jauh pencapaian hasil yg diinginkan memecahkan masalah  Pemerataan: distribusi biaya dan mamfaat yg diinginkan  Responsivitas : Apakah hasil kebijakan memuaskan preferensi  Ketepatan : Apakah hasil benar benar bermamfaat Ada dua bentuk Evaluasi yaitu Evaluasi formatif dan evaluasi Sumatif. Evaluasi formatif untuk meningkatkan keberhasilan implementasi (kebijakan sedang berlangsung/mengarahkan). Sedangkan evaluasi Sumatif untuk mengukur dampak kebijakan secara actual terhadap permasalahan (Setelah pelaksanaan) Teknik evaluasi dengan 3 pendekatan 1. Pendekatan Evaluasi Semu (trend dr suatu penyebaran yg sebenarnya) dengan menggunakan teknik Sajian grafik;Tampilan table;Angka indeks; Analisis seri wkt terinterupsi; Analisis seri terkontrol; Analisis diskontinyu regresi 2. Pendekatan Evaluasi formal (melihat dari hubungan sebab akibat) dengan teknik Pemetaan sasaran;klarifikasi nilai;pemetaan hambatan;analisis dampak selangdiskonting 3. Pendekatan Evaluaasi Keputusan Teori (pada bobot berdasarkan pertimbangan (judgement) teori dengan menggunakan teknik brainstorming,analisis argumentasi,delphi kebijakan,analisis survei pemakai MANAJEMEN KINERJA Kinerja meliputi: Hasil kerja atau prestasi kerja, Bagaimana proses pekerjaan berlangsung, Tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari apa yang dikerjakan. Kinerja berpengaruh pada Meningkatnya PAD, Turunnya Angka Kemiskinan, Turunnya Tingkat Pegangguran, Meningkatnya Angka Kunjungan Wisatawan, Meningkatnya Produksi Pertanian, Meningkatnya Tingkat Kesehatan. Manajemen Kinerja adalah Proses dimana organisasi melibatkan pegawai sebagai individu dalam organisasi untuk meningkatkan efektivitas organisasi dalam mencapai visi dan misi organisasi. Dan manajemen kinerja juga merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja, melakukan proses komunikasi. Langkah-langkah Manajemen Kinerja meliputi: • Pengembangan Strategi, • Target Setting • Pengukuran Kinerja • Analisa Kinerja Model Manajemen Kinerja:  Deming: Penyusunan rencana, melakukan tindakan pelaksanaan, memonitor jalannya, hasilnya, dan melakukan reviu atau peninjuan kembali  Torrington dan Hall: Harapan terhadap kinerja atau hasil=> dukungan yang diberikan terhadap hasil untuk mencapai tujuan.  Dalam pelaksanaan kinerja dilakukan pengelolaan terhadap standar kinerja. Adapun model Manajemen Kinerja menurut Costello (persiapan perencanaan yg menghasilkan rencana kinerja, coaching pd SDM, melakukan reviuw) dan Armstrong dan Baron (siklus sekuensial diawali corparate mission, performance agreement (Tapkin) => action=>continuous monitoring and feedback) Manajemen kinerja yang berlaku di Indonesia antara lain: • Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan KKN dan SE MenPAN Nomor SE/3I/M.PAN/12/2004 tentang Penetapan Kinerja Setiap instansi pemerintah diwajibkan menyusun Penetapan Kinerja (PK) sebagai Performance Agreement. Dengan adanya PK maka setiap instansi pemerintah memiliki Kontrak Kinerja atas pengelolaan sumber daya yang dikuasainya. • Tahun 2006. Terbit PP No 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Menetapkan kewajiban menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja Pemerintah Pusat/Daerah dan juga mengharuskan adanya integrasi antara Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan Sistem Perencanaan, Sistem Pengang-garan, Sistem Perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi.; • Tahun 2007, terbit Peraturan MenPAN Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah. Mewajibkan setiap instansi pemerintah menetapkan Indikator Kinerja Utama sebagai alat ukur utama kinerja instansi yang bersangkutan • Permenpan nomor: 20/M.PAN/II/2008 tentang Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Penetapan kinerja pada dasarnya merupakan salah satu komponen dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sistem AKIP), meski belum diatur secara eksplisit dalam Inpres 7 tahun 1999. Penyusunan Penetapan kinerja ini diharapkan dapat mendorong keberhasilan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Penyusunan Penetapan kinerja ini dimulai dengan merumuskan renstra yang merupakan rencana jangka menengah (lima tahunan) yang dilanjutkan dengan menjabarkan rencana lima tahunan tersebut kedalam rencana kinerja tahunan. Berdasarkan rencana kinerja tahunan tersebut, maka diajukan dan disetujui anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai rencana tahunan tersebut. Berdasarkan rencana kinerja tahunan yang telah disetujui anggarannya, maka ditetapkan suatu Penetapan kinerja yang merupakan kesanggupan dari penerima mandat untuk mewujudkan kinerja seperti yang telah direncanakan. Dalam tahun berjalan, pelaksanaan Penetapan kinerja ini akan dilakukan pengukuran kinerja untuk mengetahui sejauh mana capaian kinerja yang dapat diwujudkan oleh organisasi serta dilaporkan dalam suatu laporan kinerja yang biasa disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Pencapaian kinerja akan berdampak pada meningkatnya PAD, turunnya angka kemiskinan, turunnya tingkat pegangguran, OPINI “WTP”, SAKIP “ BAIK”, meningkatnya angka kunjungan wisatawan, meningkatnya produksi pertanian, meningkatnya tingkat kesehatan. Tarkin dan Management Strategis yang harus ada adalah Commitmen (Tekad), Performance Agreement (kesepakatan), Budgetting proses (kesesuaian anggaran), Performance accountability refort (Ukuntabilitas). Comitment Kinerja meliputi: • Birokrasi yg kuat dan akuntabel membutuhkan strategi pelayanan dan instrumen yg memungkinkannya respons terhadap tugas dan tanggungjawab. • Penetapan Kinerja adalah penjabaran Manajemen Strategik yg memungkinkan birokrasi/aparat akuntabel. • Responsibilitas,akuntabilitas menciptakan efesien dan perwujudan sasaran /tujuan. • Penetapan Kinerja bagian dari Penyelenggaraan Kepemerintahan yg baik (Good Governance) Kerangka Kerja Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Pendekatan Evaluasi: 1. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. 2. Efektivitas digunakan intuk mengukur dan melihat kesesuain antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang duharapkan. 3. Dimungkinkan untuk menampilkan capaian yang spesifik dan mennjol di suatu daerah. Tahapan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah sebagai berikut: 1. Identifikasi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta identifikasi tujuan pembangunan daerah. 2. Melengkapi dan mengoreksi table capaian. 3. Melakukan penilaian berkaitan relevansi dan efektivitas pencapaian. 4. Identifikasi berbagai alas an atau isu yang menyebabkan capaian pembangunan daerah tidak relevan dan tidak efektif, how and why? 5. Menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan periode berikutnya. 6. Review dan pemetaaan berdasarkan capaian tertinggi sampai terendah. PERENCANAAN KINERJA Perencanaan kinerja merupakan Proses penetapan kegiatan tahunan & indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik yang akan menghasilkan Rencana Kinerja Tahunan (Annual Performance Plan ). Untuk SKPD yang memanfaatkan dana APBD, maka penetapan RKT disamping mengacu pada Renstra, disesuaikan juga dengan AKU-APBD, SP-APBD & penetapan plafon anggaran sementara. Penyusunan Rencana Kinerja dilakukan seiring dengan agenda penyusunan dan kebijakan anggaran. Di dalam Rencana Kinerja Tahunan dijabarkan dan ditetapkan angka target kinerja tahunan untuk indikator2 yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan. Tujuan disusunnya rencana kinerja dalam siste AKIB adalah: • RENCANA STRATEJIK agar Rencana Stratejik BELUM menetapkan TARGET KINERJA yang harus dicapai organisasi dalam periode tertentu • LAKIP supaya Timbul kesan bahwa TERGET KINERJA ditentukan pada saat penyusunan LAKIP Dalam Rencana Kinerja ditetapkan pada setiap awal tahun kegiatan dan berisi rencana kegiatan dan TARGET KINERJA yang dikomitmenkan organisasi untuk dicapai. MANFAAT PERENCANAAN KINERJA 1. Menghubungkan Perencanaan Stratejik, Action Plan’ dan perencanaan operasional terinci 2. Membantu pencapaian hasil pelaksanaan program/ kegiatan 3. Memudahkan proses pengukuran kinerja 4. Membantu monitoring dan evaluasi kinerja 5. Membantu menetapkan tujuan kinerja pada periode yang akan datang 6. Memudahkan penetapan spesifikasi kontrak pekerjaan atas dasar capaian kinerja Untuk merencanakan kinerja perlu Melihat pengalaman masa lalu , Melihat kemampuan pengerahan sumber daya yang ada, Menentukan dan memprediksi tahap2 pelaksanaan program/kegiatan, Mengecek/menguji keterkaitan antara strategi dan sasaran yang hendak dicapai, Menentukan perkiraan capaian dengan memperkirakan kemajuan program/kegiatan. Perencanaan Kinerja dapat dimulai dengan merencanakan tingkat capaian output yang diinginkan, Perencanaan Kinerja dimulai juga dari immediate outcome yang diharapkan dapat dicek dalam waktu tidak lama sesudah pelaksanaan program berjalan Menentukan indikator kinerja yang mudah pengumpulan datanya. Kemudian Dokumen Rencana Kinerja selanjutnya dituangkan dalam Formulir Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Angka target kinerja ini akan menjadi komitmen bagi organisasi untuk mencapainya dalam suatu periode tahunan. Dokumen Rencana Kinerja merupakan suatu jembatan yang menghubungkan antara rencana stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja dan sistem penganggaran. IMPLEMENTASI RPJMD, RKPD DAN RENSTRA SKPD DALAM APBD Urusan Wajib Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Menurut UU 32/2004 meliputi: 1. perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; 4. penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. penanganan bidang kesehatan; 6. penyelenggaraan pendidikan;è untuk Propinsi ditambah dengan alokasi sumber daya manusia potensial. 7. penanggulangan masalah sosial;è untuk Propinsi ditambah yang bersifat lintas kabupaten/kota. 8. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; èutk Propinsi yang bersifat lintas kabupaten/kota. 9. Pengendalian lingkungan hidup; 10. Pelayanan pertanahan;èuntuk Propinsi yang bersifat lintas kabupaten/kota. 11. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 12. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 13. Pelayanan administrasi penanaman modal ; èuntuk Propinsi yang bersifat lintas kabupaten/kota. 14. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; èuntuk Propinsi yang belum dapat diselenggarakan oleh kabupaten/kota. 15. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH • Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua puluh) tahun. RPJPD memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah dengan mengacu pada RPJP Propinsi dan RPJP Nasional. • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya memperhatikan RPJMD Propinsi dan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. • Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Efektifitas Belanja Publik 2011 1. Perumbuhan Ekonomi yang Berkualitas • Menjaga tingkat komsumsi masyarakat - Ketersediaan pasokan barang dan jasa. - Terjangkaunya harga bahan pokok. • Meningkatkan investasi dan eksport - Meningkatkan daya tarik investasi baik didalam maupun diluar negri. - Mengurangi hambatan procedure perijinan. - Harminisasi kebijakan baik pusat, daerah maupun lintas sector. - Meningkatkan deversifikasi pasar eksport. - Mendorong komoditi non migas yang bernilai tambah tinggi. - Mendorong fasilitas eksport. • Mendorong indistri pengolaan 2. Menjaga stabilitas ekonomi • Pengamanan pasokan bahan makanan - Meningkatkan produksi bahan pokok dengan penyempurnaan system distribusi. • Singkronisasi kebijakan fiscal dan moneter. - Memberikan ruang gerak bagi peningkatan kegiatan ekonomi. • Ketahanan fiskal - Melanjutkan langkah-langkah peningkatan penerimaan pajak dan PNBP - Mempertajam alokasi belanja Negara. 3. Menciptakan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan • Menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. • Penyempurnaan peraturan ketenagakerjaan, mendorong pelaksanaan negosiasi bipartite, serta penyusunan standar kompetensi. • Penempatan, perlindungan dan pembiyaan tenaga kerja keluar negri. • Program yang diarahkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi yang pro-rakyat miskin, memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar. 4. Mendukung pengololaan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui triple track strategy • Menjaga Momentum pertumbuhan Ekonomi (Pro-Growth) • Menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro-job), antara lain melalui: - Insentif pajak (subsidi pajak) pada kegiatan usaha, daerah tertentu, dan komoditas strategis dalam rangka meningkatkan investasi dan ekspor, serta mempertahankan dan meningkatkan daya saing usaha dalam negeri. - Peningkatan belanja modal untuk infrastruktur. • Memperbaiki kesejahteraan rakyat melalui program jaring pengaman social (social safety net) yang berpihak pada rakyat miskin (pro-poor): - Menjaga kesinambungan program kesejahteraan rakyat (PNPM, BOS, jamkesmas, PKH) - Pemberian subsidi tepat sasaran. • Mendukung upaya peningkatan kemampuan pertahanan dan peningkatan rasa aman dan ketertiban masyarakat. • Memperkuat pelaksanaan desentralisasi fiscal: mengurangi kesenjangan fiscal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance) RESUME EVALUASI KINERJA DAN AKUNTABILITAS PEMDA Oleh: A.ISMAIL HAMZAH (2010 232 00 0090) MPD Tahun Ajaran 2011/2012 STIA LAN MAKASSAR

Berbagai Dampak Masalah Kependudukan Perkotaan dan Pedesaan

BAB I A. Dampak buruk ledakan jumlah penduduk Ledakan penduduk menimbulkan dampak burukbagi kehidupan masyarakat terutama dalambidang sosial ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat tidak sebanding dengan perkembangan ekonomi. Beberapa dampak buruk ledakan jumlah penduduk adalah sebagai berikut.  Semakin terbatasnya sumber-sumber kebutuhan pokok (pangan, sandang, dan papan yang layak). Akibatnya sumber-sumber kebutuhan pokok tersebut tidak lagi sebanding dengan bertambahnya jumlah penduduk.  Tidak mencukupinya fasilitas sosial dan kesehatan yang ada (sekolah, rumah sakit, tempat rekreasi) serta berbagai fasilitas pendukung kehidupan lain.  Tidak mencukupinya lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja yang ada. Akibatnya, terjadilah peningkatan jumlah pengangguran dan berdampak pada menurunnya kualitas social (banyak tuna wisma, pengemis, kriminalitas meningkat, dan lain-lain) B. Dampak buruk kepadatan penduduk yang tidak merata Tidak meratanya kepadatan penduduk di berbagai wilayah akan menimbulkan berbagai masalah,mencakup masalah sosial, budaya, ekonomi,dan politik. Dampak buruk akan diterima, baik olehdaerah berkepadatan tinggi maupun rendah.Wilayah berkepadatan tinggi, terutama adalahperkotaan dan daerah berkepadatan rendah biasanyaadalah pedesaan. Perhatikan dampak burukyang diterima kedua wilayah tersebut, melaluiuraian berikut ini! a. Dampak kepadatan penduduk yang tidak merataterhadap kehidupan sosial masyarakat 1. Dampak bagi daerah berkepadatan penduduktinggi (perkotaan)  Terjadi kelebihan tenaga kerja yang berakibatmunculnya pengangguran dan meningkatnyakriminalitas.  Terjadi masalah permukiman penduduk,yaitu munculnya permukiman kumuh.  Menyempitnya lahan pertanian, karena telah dialih fungsikan sebagai perumahan.  Tingkat pencemaran meningkat karena pengelolaan lingkungan yang kurang baik(permukiman terlalu padat, banyak permukiman kumuh/liar). 2. Dampak bagi daerah berkepadatan pendudukrendah (pedesaan)  Terjadi kekurangan tenaga kerja penggarap lahan pertanian, sehingga produktivitas pertanian menurun/ berkurang.  Pembangunan berjalan lebih lambat.  Wilayah tertentu menjadi daerah mati, karena sebagian besar penduduknya pindah ke daerah lain (perkotaan). b. Dampak kepadatan penduduk yang tidak merata terhadap pembangunan ekonomi Pembangunan ekonomi terkait dengan peningkatan taraf hidup penduduk. Artinya pendapatan per kapita harus meningkat dan bebas dari kemiskinan menurun. Bagaimana kepadatan penduduk memberi dampak bagi pembangunan ekonomi? 1. Dampak bagi daerah berkepadatan penduduk tinggi (perkotaan) Pembangunan ekonomi di wilayah berkepadatan tinggi, terutama perkotaan, dapat mengalami kendala. Hal itu terutama dipengaruhi oleh tingginya tingkat pengangguran dan kurangnya lapangankerja. Pembangunan ekonomi di wilayah perkotaan cenderung tidak merata. Peningkatan pendapatan penduduk perkotaan tidak merata. Tingkat pendapatan untuk pengusaha dan pekerja tetap relative mendukung peningkatan kesejahteranan. Namun mereka yang bekerja di sektor informal dan terlebih para pengangguran, crnderung terus terpuruk dibawah garis kemiskinan. Masyarakat miskin di perkotaan meningkat terutama akibat bertambahnya pengangguran.Sebagai contoh, catatan BPS tahun 2005 menyebutkan jumlah penduduk yang bekerja tetap dalam 6bulan hanya bertambah 1,2 juta orang (dari 93,7juta menjadi 94,9 juta), yang berarti menambah jumlah penganggur sebesar 600 ribu orang. 2. Dampak bagi daerah berkepadatan penduduk rendah (pedesaan) Pembangunan ekonomi di wilayah berkepadatan rendah, terutama pedesaan dapat mengalami kendala terutama akibat kurang produktifnya wilayah itu. Penyebabnya adalah kurangnya tenaga penggarap lahan atau kurangnya kegiatan ekonomi yang dilakukan penduduk selain bertani.Sebagai contoh, pada Maret 2008, BPS mencatat bahwa sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan. c. Dampak kepadatan penduduk yang tidak merata terhadap pembangunan politik Kehidupan politik ternyata juga dipengaruhi oleh kepadatan penduduk. Sebagai contoh, di Indonesia, penentuan wakil rakyat di DPR, didasarkan pada jumlah penduduk. Jumlah penduduk juga menentukan layak tidaknya suatu daerah melaksanakanPemilihan Kepala Daerah (pilkada). 1. Dampak bagi daerah berkepadatan penduduktinggi (perkotaan) Wilayah dengan jumlah penduduk tinggi relative lebih beruntung. Selain memenuhi syarat untuk melaksanakan pilkada, keterwakilan rakyat di DPRjuga relatif besar. Namun, kepadatan yang tinggi juga rawan terhadap tingginya tingkat perbedaan pendapat dan aspirasi dalam politik. 2. Dampak bagi daerah berkepadatan penduduk rendah (pedesaan) Wilayah dengan jumlah penduduk sedikit, cenderung kurang terwakili aspirasinya. Hal itu karena semakin sedikit jumlah penduduk maka semakin sedikit wakilnya. Kurang terwakilinya aspirasi,sering kali berdampak pada tingkat perkembangan wilayah itu.Dengan demikian wilayah berkepadatan tinggi maupun rendah, memiliki potensi masalah berkaitan dengan kondisi politik suatu negara. C. Dampak buruk terjadinya migrasi Migrasi memengaruhi perubahan jumlah penduduk suatu wilayah. Selain itu, migrasi juga membawa dampak yang besar dalam kehidupan, baik dampak positif maupun negatif.Dampak positif yang menguntungkan di antaranya adalah hal-hal berikut.  Terjadi transfer ilmu, teknologi, dan budaya,baik dari kota ke desa ataupun dari negara lain.  Terjadi ikatan yang kuat antara dua daerah.  Terjadi pemerataan taraf ekonomi.  Ketersediaan tenaga kerja di suatu daerah dan proses pembangunan berjalan lancar. Meskipun migrasi membawa dampak positif, namun dampak negatif yang muncul sangat perlu diwaspadai.Dampak negatif muncul terutama jika terjadi tingkat migrasi yang tidak seimbang (antara migrasi masuk dan migrasi keluar). Dampak negative juga dapat muncul jika terjadi berbagai masalah kependudukan lain terkait dengan berlebihannya jumlah urban di suatu kota. Beberapa dampak negative migrasi antara lain, sebagai berikut. 1. Pembangunan suatu daerah terhambat dan produktivitas menurun karena minimnya tenaga kerja produktif. Misalnya:  lahan pertanian terbengkalai karena tenaga produktifnya berurbanisasi;  orang beramai-ramai menjadi TKI, sementara yang tinggal di desa hanya tenaga-tenaga tidak produktif sehingga terjadinya kekurangan tenaga kerja di daerah tersebut. 2. Muncul masalah kepadatan penduduk di daerah tujuan migrasi dan berdampak pada masalah perumahan. Misalnya, muncul banyak permukiman kumuh. 3. Muncul masalah pengangguran yang berdampak pada meningkatnya kriminalitas. Contoh:  banyak orang datang ke kota tanpa bekal keterampilan sehingga tidak mendapatkan pekerjaan;  kota yang dituju sudah tidak memerlukan tenaga kerja tambahan. 4. Timbul berbagai masalah kependudukan. Misalnya, krisis hubungan antarnegara karena masalah keimigrasian (tenaga kerja, imigrangelap, dan sebagainya) atau masalah hubungan berbagai etnis di daerah urban. D. Dampak rendahnya kualitaspenduduk Berbagai permasalahan kualitas penduduk Indonesiadi bidang pendidikan, kesehatan dan tingkat pendapatan berkaitan satu sama lain dan tidak terpisahkan. Perhatikan ilustrasi berikut ini!  Rendahnya tingkat pendidikan seseorang mengurangi kesempatannya untuk bekerja pada bidang berpenghasilan tinggi. Misalnya, seorang tenaga profesional disyaratkan memiliki tingkat pendidikan minimal D1-S1. Sebaliknya seseorang berpendidikan rendah umumnya hanya bisa diterima sebagai tenaga kasar bergaji rendah. Akibatnya, orang tersebut hanya mampu hidup dengan tingkat ekonomi rendah.Tingkat ekonomi yang rendah membuatnya tidak bisa memenuhi kebutuhan gizi keluarga,juga tidak mampu menyekolahkan anaknya.  Rendahnya tingkat kesehatan seseorang membuatnya tidak produktif. Kurang produktifnya seseorang juga dapat menjadi penyebab menurunnya tingkat pendapatan. Secara keseluruhan, rendahnya kualitas penduduk suatu negara menghambat pembangunan. Negara-negara maju didukung oleh masyarakat berpendidikan tinggi, memiliki kesehatan dan kesejahteraan yang baik, dan tingginya tingkat pendapatan.Sebaliknya negara berkembang dengan kualitaspenduduk rendah akan mengalami hambatandalam kegiatan pembangunan. BAB II Penanggulangan Masalah Kependudukan Agar masalah kependudukan tidak semakin parah, harus dilakukan berbagai penanggulangan,baik yang bersifat regional maupun nasional. A. Upaya mengatasi ledakan jumlahpenduduk Permasalahan akibat ledakan jumlah penduduk terutama dialami oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal itu terjadi karena Negara berkembang ternyata memiliki pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibandingkan negara maju. Persentase pertumbuhan penduduknya lebih dari 2%dan termasuk kriteria tinggi.Untuk mengurangi permasalahan akibat kelebihan jumlah penduduk tersebut, perlu dilakukan pengendalian. Apakah bentuk pengendaliannya? Pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk,dan kepadatan penduduk berhubungan erat denganproses reproduksi manusia. Maka, usaha pengendalianterutama ditujukan kepada mereka yangmasih bisa memiliki anak. Di Indonesia berbagaiusaha yang dapat ditempuh melalui dua programutama yaitu program Keluarga Berencana dan pendidikankependudukan. a. Program Keluarga Berencana (KB) Program Keluarga Berencana (PKB) berarti pengaturankelahiran untuk mencapai sebuah keluargaideal. Keluarga ideal terdiri atas ayah, ibu, dandua orang anak.Saat ini Keluarga Berencana (KB) menjadi upayauntuk mengendalikan jumlah dan pertumbuhanpenduduk. Tujuan utama penyelenggaraan ProgramKeluarga Berencana (PKB) adalah:  mengendalikan pertumbuhan penduduk denganmenurunkan angka kelahiran; dan  meningkatkan kesejahteraan ibu, anak, dan masyarakat. Pada perkembangan terakhir, landasan pelaksanaanKB adalah sukarela dan rasa tanggung jawab.Oleh karenanya dilakukan dorongan perlahandan penerangan hingga masyarakat mencapaitingkat kesadaran. Dorongan dan penerangan terutamabagi pasangan usia subur (usia 15-45 tahun).Dalam menggalakkan PKB dilakukan kampanyeGerakan Keluarga Berencana (GKB). Gerakan Keluarga Berencana merupakan salahsatu kegiatan pokok dalam upaya mencapai keluargasejahtera. Gerakan Keluarga Berencana jugadiarahkan untuk mengendalikan laju pertumbuhanpenduduk dengan cara penurunan angka kelahiran(Ingatlah kembali uraian tentang upaya mengatasi ledakanpenduduk pada bab sebelumnya). Penurunan angka kelahiran tersebut bertujuanuntuk mengejar tercapainya keseimbangan antarapertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomisehingga terwujud suatu keluarga sejahtera.Gerakan Keluarga Berencana (GKB) telah mampumendorong masyarakat untuk mengikuti programKeluarga Berencana (KB). Hal itu ditandai dengan munculnya KB Mandiri, Lingkaran Biru KB,serta Lingkaran Emas KB. b. Pendidikan kependudukan Pendidikan kependudukan ditempuh dengan membekali sejumlah ilmu kependudukan kepada masyarakat. Tujuan pembekalan ilmu kependudukan terutama agar terbentuk sikap baru tingkah laku reproduksi dalam masyarakat. Tingkat pendidikan memengaruhi pengetahuan,keterampilan, dan perilaku seseorang. Semakintinggi tingkat pendidikannya, seseorang tentu semakin baik menyikapi kepentingan pengendalian kepadatan penduduk dalam suatu negara. Sikap baik tentu akan tercermin dalam perilaku yang baikpula, yaitu dengan memberikan dukungan terhadap pengendalian jumlah penduduk. Bentuk dukungan tersebut misalnya mengatur kelahiran dan membatasi jumlah anak. Negara dengan jumlah penduduk terkendali tentu memiliki taraf hidup yang lebih tinggi. Jadi, pengetahuan dinamika penduduk yang kamu pelajari dalam sub bab ini berguna bagimu untuk lebih mengetahui berbagai permasalahan kependudukandan cara mengatasinya. Kamu juga sudah dapat memikirkan apa yang dapat kamu sumbangkan sebagai warga negara terkait dengan masalah kependudukan tersebut. c. Berbagai usaha lain Di samping melaksanakan Gerakan Keluarga Berencana (GKB) dan pendidikan kependudukan di berbagai jenjang sekolah, pemerintah dan pihak pihak tertentu juga menempuh berbagai usahalain. Berbagai usaha pendukung tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.  Meningkatkan produksi pangan untuk mengatasi kekurangan bahan pangan (misalnya denganintensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pertanian);  Membangun sarana dan prasarana pendidikan yang jumlahnya sebanding dengan jumlah pendudukusia sekolah.  Meningkatkan jumlah fasilitas sosial dan kesehatan(rumah sakit, puskesmas, dan poliklinik).  Meningkatkan jumlah lapangan kerja sehingga sebanding dengan jumlah penduduk usia kerja. C. Penanggulangan masalah migrasi dan kepadatan penduduk yang tidak merata Kamu telah mengetahui berbagai dampak migrasi.Meskipun tidak sedikit dampak positif yangdiberikan oleh kegiatan migrasi, berbagai permasalahan juga timbul dan menjadi sangat menganggubagi suatu daerah atau negara.Berbagai hal perlu dilakukan untuk menangani permasalahan akibat migrasi penduduk. a. Usaha pengurangan kegiatan urbanisasi Salah satu kegiatan migrasi yang membawa banyak masalah adalah urbanisasi. Oleh karenanya,urbanisasi harus dikurangi dan dikendalikan.Usaha yang dilakukan untuk menanggulangi masalah urbanisasi antara lain berikut ini. 1. Melakukan pemerataan pembangunan Untuk mengurangi urbanisasi perlu dilakukan peningkatan pembangunan di pedesaan. Pembangunan yang dilakukan meliputi penyediaan sarana prasarana serta berbagai fasilitas (kesehatan,pendidikan, hiburan, dan lain-lain). 2. Meningkatkan produktivitas lahan pertanian Peningkatan produktivitas lahan pertanian terutamadi pedesaan, antara lain dilakukan melalui intensifikasi pertanian. 3. Meningkatkan kualitas penduduk Peningkatan kualitas penduduk dilakukan melalui peningkatan keterampilan penduduk. Dengan keterampilannya diharapkan mereka dapat memanfaatkan sumber daya alam atau potensi di lingkungannya dengan lebih maksimal. Contoh: member keterampilan pada para ibu dan remaja atau merintis industri rumah tangga. 3. Penyebaran industrialisasi Pembangunan pusat industri di daerah daerahuntuk menyerap tenaga kerja setempat. 4. Mengimbau para urban Mengimbau para urban agar tidak memberikan iming-iming kehidupan kota (yang belumtentu enak) atau mengajak saudara, teman, dansanak saudaranya untuk berurbanisasi. b. Usaha mengatasi akibat urbanisasi di kota Jika kota terlanjur penuh dengan kaum urban,hal-hal khusus perlu dilaksanakan untuk membuatkota menjadi lebih nyaman. Misalnya:  Menertibkan permukiman kumuh (di pinggiranrel KA, bantaran sungai, taman-taman kota,dan sebagainya);  Memukimkan kembali penduduk di daerah kumuh ke tempat yang layak. Misalnya dengan membangun perumahan rakyat yang murahatau rumah susun;  Mengurangi kepadatan kota, misalnya dengan melaksanakan transmigrasi umum. Berbagai usaha yang ditempuh untuk mengatasi masalah migrasi terkait erat dengan penanggulangan masalah akibat kepadatan penduduktidak merata. Bagaimanapun, masalah migrasi dankepadatan penduduk tidak merata merupakan dua masalah yang saling berkaitan satu sama lain. D. Penanggulangan rendahnya kualitas penduduk Kualitas penduduk Indonesia dapat berkembang baik, bila ditunjang dengan pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan sumber dayamanusia ditekankan pada terciptanya kualitas penduduk yang maju dan mandiri. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas penduduk Indonesia, terutama tingkat pendidikan, kesehatan,dan pendapatannya. a. Upaya mengatasi rendahnya tingkat pendidikan Beberapa upaya mengatasi rendahnya tingkat pendidikan penduduk, antara lain:  mencanangkan program wajib belajar 9 tahunsejak Mei 1994;  mengadakan proyek belajar jarak jauh (UniversitasTerbuka);  memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi;  mencanangkan program orang tua asuh;  melakukan penyempurnaan kurikulum, pembaruan metode, serta media pengajaran;  meningkatkan kualitas guru dengan mengadakanLatihan Kerja Guru (LKG) dan MusyawarahGuru Mata Pelajaran (MGMP); serta  mengadakan program-program untuk meningkatkanminat baca dan belajar masyarakat, misalnya:mendirikan perpustakaan di berbagai daerah, juga mengadakan perpustakaan keliling,koran masuk desa, dan lain-lain.  b. Upaya mengatasi rendahnya tingkat kesehatan Berbagai upaya mengatasi masalah rendahnya tingkat kesehatan di Indonesia, antara lain:  mengadakan perbaikan gizi masyarakat;  mengadakan penyuluhan tentang kesehatangizi dan kebersihan lingkungan;  pencegahan dan pemberantasan berbagaipenyakit menular;  membangun sarana-sarana kesehatan seperti:Puskesmas, Balai Kesehatan Ibu dan Anak(BKIA), dan Rumah Sakit; dan  meningkatkan peran serta masyarakat melauiPosyandu (Pos Pelayanan Terpadu) sejak 1983.Posyandu memberikan pelayanan kesehatanmelalui ibu-ibu PKK tingkat RW/Kelurahanyang telah dibina oleh petugas kesehatan. c. Upaya mengatasi rendahnya tingkat pendapatan Berbagai upaya yang dapat dilakukan untukmengatasi rendahnya tingkat pendapatan penduduk,antara lain sebagai berikut.  Pengembangan pertanian dengan diversifikasidan industrialisasi pertanian sehingga dapat meningkatkanhasil setiap pekerja.  Membuka lapangan kerja baru dan memperluaslapangan kerja.  Penerapan sistem Upah Minimum Regional(UMR) bagi perusahaan yang mempunyaipekerja.  Pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja.  Meningkatkan taraf pendidikan bagi penduduk.  Merangsang kemauan berwiraswasta. Berbagai upaya yang telah disebut di atas ternyatasangat membantu terjadinya peningkatankualitas penduduk Indonesia. Meskipun kualitaspenduduk Indonesia belum setinggi di Negara-negaramaju, peningkatan tersebut sangat jelasterlihat.Misalnya, dalam bidang pendidikan peningkatankualitas terlihat dengan menurunnya jumlahpenduduk yang buta huruf dan semakin banyaknyajumlah penduduk yang tamat sekolah SDhingga SMA, juga Perguruan Tinggi. Bahkan padamasa sekarang tidak sedikit orang Indonesia yang melanjutkan ke pendidikan lanjut (S2) baik di dalammaupun luar negeri. Kualitas kesehatan dan tingkat pendapatan penduduk Indonesia pun semakin meningkat dariwaktu ke waktu. Misalnya:  menurunnya tingkat kematian bayi dari tahunke tahun;  meningkatnya harapan hidup penduduk;  menurunnya angka kemiskinan; dan lain-lain.
Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info