Rabu, 06 Februari 2013

Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan

KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan taufiknya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan“ yang dimaksud untuk dijadikan prasyarat sebagai bahan dalam penyelesaian tugas portofolio matakuliah Manajemen Pertumbuhan Wilayah. Segala daya dan upaya penulis curahkan demi penyusunan makalah ini sebaik-baiknya. Penulis menyadari atas kemampuan yang terbatas dan tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Semoga makalah ini bisa membantu bagi siapa saja yang membutuhkan sedikit pengetahuan tentang “Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan ”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Imran Tadjuddin selaku dosen dan fasilitator yang telah memberikan ilmu dan bantuan, baik materil dan nonmateril, kepada penulis sehingga penulis memiliki bekal guna menyusun makalah ini. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada teman – teman kelas N mata kuliah Manajemen Pertumbuhan Wilayah yang telah menciptakan suasana yang kondusif sehingga mempermudah penulis mendapatkan ilmu guna menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa penulis ucapkan kepada kedua orang tua atas dukungan, baik materi maupun non materi dan seluruh pihak ,seperti penulis buku, jurnal, dan artikel yang telah memberikan bahan materi untuk penyusunan makalah ini. Namun demikian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan untuk di masa yang akan datang. Makassar, Mei 2012 Penulis Daftar Isi Kata Pengantar Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah Bab 2 Kerangka Teori 2.1 Bab 3 Pembahasan 3.1 Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan 3.2 Dampak Positif dan Negatif Pembangunan Bab 4 Penutup 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran Daftar Pustaka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya, terfokus pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto ( PDB ) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) pada tingkat daerah baik Propinsi, Kabupaten maupun Kota. Pelaksanaan pembangunan Indonesia selama ini juga tidak terlepas dari pandangan tersebut. Pembangunan nasional mempunyai dampak atas pembangunan daerah, sebab daerah adalah bagian integral dari suatu negara. Indonesia sebagai suatu negara kesatuan, rencana pembangunannya meliputi rencana pembagunan nasional maupun rencana pembangunan dalam tataran regional. Pembangunan ekonomi nasional mempunyai dampak atas struktur ekonomi nasional dan struktur ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana Pemerintah Daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dan pihak swasta guna penciptaan lapangan kerja, serta dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002). Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah, sangat ditentukan oleh kebijakan-kebijakan pembangunan yang berlandaskan pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja secara optimal dari segi jumlah, produktivitas dan efisien. Dalam penentuan kebijakan, haruslah memperhitungkan kondisi internal maupun perkembangan eksternal. Perbedaan kondisi internal dan eksternal hanyalah pada jangkauan wilayah, dimana kondisi internal meliputi wilayah daerah/regional, sedangkan kondisi eksternal meliputi wilayah nasional. Pembangunan ekonomi daerah melibatkan multisektor dan pelaku pembangunan, sehingga diperlukan kerjasama dan koordinasi diantara semua pihak yang berkepentingan. Pemerintah daerah akan bertanggung jawab secara lebih penuh terhadap kebijakan dasar yang diperlukan bagi pembangunan daerah, khususnya yang menyangkut pembangunan sarana dan prasarana, investasi dan akses terhadap sumber dana, kebijakan lingkungan, pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan) serta pengembangan sumberdaya manusia. Sejak era reformasi tahun 1999 terjadi pergeseran paradigma dalam sistim penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi atau disebut Otonomi daerah yang mengandung makna, beralihnya sebagian besar proses pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah (Armida, 2000). Hal ini membawa implikasi mendasar terhadap keberadaan tugas, fungsi dan tanggung jawab pelaksanaan otonomi daerah yang antara lain dibidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan antar daerah serta pencarian sumber-sumber pembiayaan untuk pembangunan dengan cara menggali potensi yang dimiliki oleh daerah. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi daerah sangat ditentukan oleh kebijakan daerah itu sendiri dalam menentukan sektor-sektor yang diprioritaskan untuk pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut B. Pokok Permasalahan Berlandaskan dari latar belakang dan uraian di atas dimana pertumbuhan suatu wilayah itu Hal ini disebabkan oleh belum optimalnya pengembangan potensi daerah. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah : “Tehknik Analisi Pertumbuhan Wilayah dan Dampak yang Ditimbulkan ” BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pembangunan Dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000). Istilah pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya bahkan antara negara satu dengan Negara lain. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product (GNP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu Propinsi, Kabupaten atau Kota. Definisi pembangunan tradisional ini sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara menjadi negara industrialisasi. Kontribusi sektor pertanian mulai digantikan dengan kontribusi industri. Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Beberapa ekonom modern mulai mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengurangan distribusi pendapatan yang semakin timpang, dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Jelasnya bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional (Mudrajat, 2003). Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan daerah dari suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai (Todaro,2000; Mudrajat, 2000;) 1. Ketahanan (Sustenance): Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (pangan,papan, kesehatan dan proteksi) untuk mempertahankan hidup. 2. Harga diri ( Self Esteem ): Pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu 3. Freedom from servitude: Kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Salah satu aspek pembangunan wilayah (regional) adalah pembangunan ekonomi yang bertujuan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur. Perubahan struktur ekonomi dapat berupa peralihan dari kegiatan perekonomian ke nonpertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produksi, serta perubahan status kerja buruh. Karena itu konsep pembangunan wilayah (regional) sangat tepat bila didukung dengan teori pertumbuhan ekonomi, teori basis ekonomi, pusat pertumbuhan dan teori spesialisasi. Rahardjo Adisasmita (2005), menyatakan bahwa Pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, tehnologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Terdapat pula beberapa teori penting lainnya mengenai pembangunan ekonomi wilayah (regional) diantaranya menurut aliran Klasik yang dipelopori oleh Adam Smith dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan tehnologi dan perkembangan jumlah penduduk. Sumbangan pemikiran aliran Neo Klasik tentang teori pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut : 1. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi 2. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual 3. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif 4. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan). 5. Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik ini telah banyak digunakan dalam analisis regional namun terdapat beberapa asumsi mereka yang tidak tepat antara lain, (a). Full employment yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada system multi regional dimana persoalan–persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumberdaya, dan (b). persaingan sempurna tidak bisa diberlakukan pada perekonomian regional dan spasial. Selanjutnya Todaro (1997) menyatakan bahwa, terdapat beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Salah satu klasifikasinya adalah faktor fisik dan manajemen. Secara spesifik disebutkan terdapat 3 faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi yaitu, akumulasi modal, pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik. Namun ini tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan mempekerjakan tambahan pekerja itu secara produktif. Faktor utama lainnya adalah kemajuan tehnologi. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Disini, proses mendapat penekanan karena mengandung unsur dinamis. Beberapa ahli ekonomi pembangunan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan, dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas (Lincolyn, 1999). Perroux yang terkenal dengan teori kutub pertumbuhan menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul diberbagai daerah pada waktu yang bersamaan. Pertumbuhan hanya terjadi dibeberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda (Perroux, 1988 dalam Mudrajat , 2002). Selanjutnya Kuznets (Todaro, 2000), yang telah berjasa dalam memelopori analisis pola-pola pertumbuhan historis di negara-negara maju mengemukakan bahwa, pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahapan berikutnya hal itu akan membaik. Observasi inilah yang kemudian terkenal secara luas sebagai konsep kurva U- terbalik dari Kuznets. Di sisi lain Hoover (1977), menerangkan bahwa teori pertumbuhan regional berbasis ekspor merupakan beberapa aktivitas disuatu daerah adalah basic, dengan kata lain pertumbuhannya menimbulkan serta menentukan pembangunan menyeluruh daerah tersebut. Sedangkan aktivitas-aktivitas lain (non-basic) merupakan konsekwensi dari pembangunan menyeluruhnya. Demikian pula menurut Bendavid-Val (1991), menyatakan bahwa semua pertumbuhan regional ditentukan oleh sektor basic, sedangkan sektor non-basic hanyalah yang mencakup aktivitas pendukung, seperti perdagangan, jasa-jasa perseorangan, produksi input untuk produk-produk di sektor basic, melayani industri-industri di sektor basic maupun pekerja-pekerja beserta keluarganya di sector basic, atau menurut Bachrul (2004), dikatakatan bahwa kegiatan-kegiatan basis adalah kegiatan yang mengekspor barang dan jasa diluar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, sedangkan kegiatan bukan basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal dalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Menurut model ini multiplier basis ekonomi dihitung menurut banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan. B. Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah Potensi ekonomi suatu daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan (Soeparmoko, 2002). Telah diketahui bersama bahwa tujuan pembangunan ekonomi pada umumnya adalah peningkatan pendapatan riel perkapita serta adanya unsur keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha. Dengan mengetahui tujuan dan sasaran pembangunan, serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki suatu daerah, maka strategi pengembangan potensi yang ada akan lebih terarah dan strategi tersebut akan menjadi pedoman bagi pemerintah daerah atau siapa saja yang akan melaksanakan usaha di daerah tersebut. Oleh karena itu langkah-langkah berikut dapat dijadikan acuan dalam mempersiapkan strategi pengembangan potensi yang ada didaerah, sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi sektor-sektor kegiatan mana yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masing-masing sector 2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang potensinya rendah untuk dikembangkan serta mencari factor-faktor penyebab rendahnya potensi sektor tersebut untuk dikembangkan. 3. Mengidentifikasi sumberdaya (faktor-faktor produksi) yang ada termasuk sumberdaya manusianya yang siap digunakan untuk mendukung perkembangan setiap sektor yang bersangkutan. 4. Dengan model pembobotan terhadap variabel - variabel kekuatan dan kelemahan untuk setiap sektor dan sub-sektor, maka akan ditemukan sektor-sektor andalan yang selanjutnya dianggap sebagai potensi ekonomi yang patut dikembangkan di daerah yang bersangkutan. 5. Menentukan strategi yang akan ditempuh untuk pengembangan sektor-sektor andalan yang diharapkan dapat menarik sektor-sektor lain untuk tumbuh sehingga perekonomian akan dapat berkembang dengan sendirinya (self propelling) secara berkelanjutan (sustainable development) . C. Sektor Potensial Dalam Pengembangan Wilayah Persoalan pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada sumberdaya dan potensi yang dimiliki guna menciptakan peningkatan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada kerjasama Pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengidentifikasi potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai kekuatan untuk pembangunan perekonomian wilayah. Pengembangan wilayah diartikan sebagai semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan pada sektor-sektor tertentu pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990). Dari definisi tersebut diatas dimaksudkan bahwa wilayah yang memiliki potensi berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian pengembangan wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor yang memiliki potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal yang kemudian diikuti oleh perkembangan sektor lain yang kurang potensial. Dalam pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektorsektor perekonomian yang potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pesat yang akan merangsang sektor-sektor lain yang terkait untuk berkembang mengimbangi perkembangan sektor potensial tersebut. Perkembangan ekonomi suatu wilayah membangun suatu aktivitas perekonomian yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lain sehingga membentuk forward linkage dan backward linkage. Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan. Jadi disimpulkan bahwa pengembangan suatu sektor ekonomi potensial dapat menciptakan peluang bagi berkembangnya sektor lain yang terkait, baik sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor potensial yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal inilah yang memungkinkan pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah secara keseluruhan. BAB III PEMBAHASAN Seorang perencana wilayah harus memiliki kemampuan untuk menganalisi potensi ekonomi wilayahnya. Hal ini terkait dengan kewajibannya di satu sisi menentukan sector-sektor riil yang perlu dikembangkan agar perekonomian daerah tumbuh cepat dan disisi lain mampu mengidentifikasikan factor-faktor yang membuat potensi sector tertentu rendah dan menentuk dkan apakah prioritas untuk mananggulangi kelemahan tersebut. Setelah otonomi daerah, masing-masing daerah sudah lebih bebas menetapkan sector/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sector yang memiliki keunggulan/kelemahan di wilayahnya menjadi semakin penting. Sector yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sector-sektor lain untuk berkembang. Ada beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan potensi relative perekonomian suatu wilayah. Alat analisi itu antara lain keunggulan komparatif, location quotient, dan analisis shift-share. A. Keunggulan Komparatif Istilah comparative advantage (keunggulan komparatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua Negara. Dalam teori tersebut, ia membuktikan bahwa apabila ada dua Negara yang saling berdagang dan masing-masing mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang bagi Negara tersebut memiliki keunggulan komparatif maka kedua Negara tersebut akan beruntung. Ternyata ide tersebut bukan saja bermanfaat dalam perdagangan internasional tetapi juga sangat penting diperhatikan dalam ekonomi regional. Keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu Negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relative dengan komoditi lain didaerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Apakah keunggulan itu adalah dalam bentuk nilai tambah rill maka dinamakan keunggulan absolute. Komoditi yang memiliki keunggulan walaupun hanya dalam bentuk perbandingan, lebih menguntungkan untuk dikembangkan dibandingkan dengan komoditi lain yang sama-sama diproduksi oleh kedua Negara atau daerah. Dalam perdagangan bebas antara daerah, mekanisme pasar mendorong masing-masing daerah bergerak kearah sector yang daerahnya memiliki keunggulan komparatif. Akan tetapi, mekanisme pasar sering kali bergerak lambat dalam mengubah struktur ekonomi suatu daerah. Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan para penentu kebijakan. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, pertumbuhan yang cepat dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya berawal dari pengembangan beberapa sektor primer. Pertumbuhan cepat tersebut menciptakan efek bola salju (snow ball effect) terhadap sektor-sektor lainnya, khususnya sektor sekunder. Pembangunan ekonomi dengan mengacu pada sektor unggulan selain berdampak pada percepatan pertumbuhan ekonomi juga akan berpengaruh pada perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Pengertian sektor unggulan pada dasarnya dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain, baik di pasar nasional ataupun domestik (Tambunan, 2001). Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini, di mana daerah memiliki kesempatan dan kewenangan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat pembangunan ekonomi daerah untuk peningkatan kemakmuran masyarakat. Menurut Rachbini (2001) data PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk mengetahui output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di suatu wilayah tertentu (provinsi/kabupaten/kota). Dengan bantuan data PDRB, maka dapat ditentukannya sektor unggulan (leading sektor) di suatu daerah/wilayah. Sektor unggulan adalah satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan penciptaan lapangan pekerjaan, sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi di daerah. Manfaat mengetahui sektor unggulan, yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan Rachbini (2001). Keunggulan komperatif bagi suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Keunggulan komperatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang secara perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah (Tarigan, 2005). Sedangkan sektor unggulan menurut Tumenggung (1996) adalah sektor yang memiliki keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif dengan produk sektor sejenis dari daerah lain serta memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan juga memberikan nilai tambah dan produksi yang besar, memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian lain, serta memiliki permintaan yang tinggi baik pasar lokal maupun pasar ekspor (Mawardi, 1997). B. Analisis Location Quotient ( LQ ) Metode Location Quotient (LQ) adalah salah satu tehnik pengukuran yang paling terkenal dari model basis ekonomi untuk menentukan sektor basis atau non basis (Prasetyo, 2001 : 41-53; Lincolyn, 1997: 290). Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Dengan dasar pemikiran economic base kemampuan suatu sektor dalam suatu daerah dapat dihitung dari rasio berikut : LQ = ( Lij/LJ ) / ( Nip/Np) Keterangan: Lij = Nilai tambah sektor i di daerah j (Kabupaten/Kota) Lj = Total nilai tambah sektor di daerah j Nip = Nilai tambah sektor i di daerah p (Propinsi/ Nasional) Np = Total nilai tambah sektor di p P = Propinsi /Nasional Lij/Lj = Prosentasi employment regional dalam sektor i Nip/Np = Prosentase employment nasional dalam sektor I Atau melalui formulasi berikut: V1R / VR LQ = ------------- V1 / V Dimana : V1R = Juml;ah PDRB suatu sektor kabupaten / kota VR = Jumlah PDRB seluruh sektor kabupaten/kota V1 = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat propinsi V = Jumlah PDRB seluruh sektor tingkat propinsi Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai berikut • Jika LQ > 1, merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi Kabupaten / kota lebih tinggi dari tingkat propinsi • Jika LQ = 1 , berarti tingkat spesialisasi kabupaten / kota sama dengan ditingkat propinsi • Jika LQ <1, adalah merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat Spesialisasi kabupaten/kota lebih rendah dari tingkat propinsi. Penggunaan LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Namun teknik ini mempunyai suatu kelemahan karena berasumsi bahwa permintaan disetiap daerah adalah identik dengan pola permintaan nasional, bahwa produktivitas tiap tenaga kerja disetiap daerah sector regional adalah sama dengan produktivitas tiap tenaga kerja dalam industri nasional, dan bahwa perekonomian nasional merupakan suatu perekonomian tertutup. Sehingga perlu disadari bahwa: [i] Selera atau pola konsumsi dan anggota masyarakat itu berbeda–beda baik antar daerah maupun dalam suatu daerah. [ii] Tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang untuk setiap daerah berbeda. [iii] Bahan keperluan industri berbeda antar daerah. Walaupun teori ini mengandung kelemahan, namun sudah banyak studi empirik yang dilakukan dalam rangka usaha memisahkan sektor-sektor basis – bukan basis. Disamping mempunyai kelemahan, metode ini juga mempunyai dua kebaikan penting, pertama ia memperhitungkan ekspor tidak langsung dan ekspor langsung. Kedua metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data historik untuk mengetahui trend (Prasetyo, 2001) Metode ketiga, yakni kebutuhan minimum (minimum requirements) adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari employment yang diperlukan untuk menopang industri regional dan bukannya distribusi rata–rata. Untuk setiap daerah yang pertama dihitung adalah persentase angkatan kerja regional yang dipekerjakan dalam setiap industri. Kemudian persentase itu diperbandingkan dengan perhitungan hal-hal yang bersifat kelainan dan persentase terkecil dipergunakan sebagai ukuran kebutuhan minimum bagi industri tertentu. Persentase minimum ini dipergunakan sebagai batas dan semua employment di daerah-daerah lain yang lebih tinggi dari persentase dipandang sebagai employment basis. Proses ini dapat diulangi untuk setiap industri di daerah bersangkutan untuk memperoleh employmen basis total.Dibandingkan dengan metode LQ, metode ini malahan lebih bersifat arbiter karena sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasidisagregasi yang terlalu terperinci malahan dapat mengakibatkan hampir semua sector menjadi kegiatan basis atau ekspor. Teori basis ini mempunyai kebaikan mudah diterapkan, sederhana dan dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari perubahanperubahan jangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak terlalu ketat dan dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi peramalan jangka pendek . C. Analisis shift-share : Pada dasarnya analisis ini membahas hubungan antara pertumbuhan wilayah dan struktur ekonomi wilayah, untuk mengetahui perubahan struktur perekonomian dan pertumbuhan ekonomi di daerah dibandingkan dengan perekonomian daerah yang lebih tinggi digunakan analisis Shift- Share. Menurut Bendavid - Val (1983), Hoover (1984) (Lihat Prasetyo, 1993: 44) tehnik ini menggambarkan performance (kinerja) sektorsektor di suatu wilayah dibandingkan kinerja sektor-sektor perekonomian nasional. Dengan demikian dapat temukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu memperoleh kemajuan lebih lambat atau lebih cepat dari kemajuan nasional. Lincolyn Arsyad (1997: 290) dan Latif Adam (1994), mengemukakan bahwa analisis shift-share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tehnik ini membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya, dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan-perbandingan itu. Bila penyimpangan itu positif, hal itu disebut keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut. Tehnik shift–share ini membagi pertumbuhan sebagi perubahan (D) suatu variabel wilayah, seperti kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan atau output, selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh pertumbuhan nasional (N), bauran industri M dan keunggulan kompetitif (C) (Bendavid-Val, 1991). Pengaruh pertumbuhan nasional disebut pengaruh pangsa (share), pengaruh bauran industri disebut proporsional shift atau bauran komposisi, dan akhirnya pengaruh keunggulan kompetitif dinamakan pula differential shift atau regional share. Itulah sebabnya disebut tehnik shift–share. Berikut terdapat beberapa rumusan analisa shift share antara lain tehnik analisa shift – share Klasik dengan formulasi sebagai berikut : Untuk industri atau sektor i di wilayah j : (1) Dij = Nij + Mij + Cij Bila analisis itu diterapkan kepada kesempatan kerja (employment), E, maka : (2) Dij = E*ij - Eij (3) Nij = Eij.rn (4) Mij = Eij ( rin – rn ) (5) Cij = Eij (rij – rin ) Dimana : rin , rn dan rij mewakili laju pertumbuhan wilayah dan laju pertumbuhan nasional yang masing-masing didefinisikan sebagai : (6) rij = (E*ij - Eij ) / Eij (7) rin = ( E* in – Ein ) / Ein (8) rn = ( E* n – En ) / En dimana : Eij = tenaga kerja disektor i di wilayah j Ein = kesempatan kerja disektor i ditingkat nasional, dan En = kesempatan kerja nasional, semuanya diukur pada suatu tahun dasar. Untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional, bauran industri dan keunggulan kompetitif dapat ditentukan bagi sesuatu sektor i atau dijumlah untuk semua sektor sebagai keseluruhan wilayah. Persamaan shift-share untuk sektor i di wilayah j adalah : (9) Dij = Eijrn + Eij (rin – rn ) + Eij (rij – rin) Dari persamaan diatas membebankan tiap sektor wilayah dengan laju pertumbuhan yang setara dengan laju yang dicapai oleh perekonomian nasional selama kurun waktu analisis. Dalam penggunaan analysis shift-share diatas (model Klasik) harus mempertimbangkan keterbatasan teoritik yang ada. Menururt Prasetyo Soepono (1993) mencatat empat keterbatasan teoritik dari analysis shift-share ini yaitu: [i] Persamaan shift-share adalah suatu persamaan identitas sehingga tidak mempunyai implikasi- implikasi keperilakuan. Karena itu metode bukan untuk menjelaskan dan tidak analitik tetapi hanya mencerminkan suatu sistem akunting. [ii] Pertumbuhan industri pada suatu wilayah dibebani laju pertumbuhan yang ekuivalen dengan laju pertumbuhan tingkat nasional. Gagasan ini sangat sederhana sehingga dapat mengaburkan sebab- sebab pertumbuhan suatu wiiayah. [iii] Arti ekonomi dari dua komponen shift tidak dikembangkan dengan baik, sehingga tidak mudah dibedakan / dipisahkan. [iv] Analyisis shift-share mengasumsikan bahwa semua barang yang dijual secara nasional. Asumsi ini kurang realistis karena suatu barang yang bersifat lokal tidak bersaing dengan barang sejenis yang dihasilkan wilayah lain sehingga barang yang bersangkutan tidak memperoleh bagian dari permintaan agregat. Selanjutnya Estaban Marquillas (E-M) tahun 1972 ( Prasetyo, 1993) berusaha memodifikasi analisis shift-share ini sehingga terlihat pengaruh persaingan yang meliputi pengaruh persaingan dan pengaruh alokasi yang pada nantinya dapat menunjukkan keunggulan kompetitif dan sektor spesialisasi. Persamaan S-S yang direvisi itu mengandung suatu unsur baru, yaitu homothetic employment di sektor i di wilayah j, diberi notasi E’ij dan dirumuskan sebagai berikut : E’ij = Ej ( Ein / En )E’ ij di definisikan sebagai employment atau output atau pendapatan atau nilai tambah yang dicapai sektor i diwilayah j bila struktur kesempatan kerja diwilayah itu sama dengan struktur nasional. Dengan mengganti kesempatan kerja nyata, Eij, dengan homothetic employment, E’ ij, persamaan (5) diubah menjadi : C’ij = E’ ij ( rij - rin )C’ ij mengukur keunggulan atau ketidak-unggulan kompetitif di sektor I di perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya pengaruh alokasi atau allocation effect sektor i diwilayah j ( Aij ) dirumuskan sebagai berikut Aij = ( Eij - E’ij ) ( rij - rin ) Persamaan diatas menunjukkan bahwa bila suatu wilayah mempunyai spesialisasi di sektor-sektor tertentu, maka sektor-sektor itu juga menikmati keunggulan kompetitif yang lebih baik. Maksudnya efek alokasi, Aij itu dapat positif atau negatif. Efek alokasi positif mempunyai dua kemungkinan: pertama, Eij - E’ij <0 dan rij - rin < 0 dan kedua, Eij - E’ij > 0 dan rij - rin > 0. sebaliknya efek alokasi yang negatif mempunyai dua kemungkinan yang berkebalikan dengan efek alokasi positif tersebut diatas. Jadi modifikasi E-M terhadap analisis shift-share adalah : Dij = Eij (rn) + Eij (rij - rn ) + E’ij ( rij - rin ) + ( Eij - E’ij ) ( rij - rin ) Modifikasi selanjutnya terhadap analisis S-S adalah dikemukakan oleh Arcelus (1984) adalah dengan memasukkan sebuah komponen yang merupakan dampak pertumbuhan interen suatu wilayah atas perubahan (kesempatan kerja) wilayah. Modifikasi ini mengganti Cij dengan sebuah komponen yang disebabkan oleh pertumbuhan wilayah dan sebuah komponen bauran industri regional sebagai sisanya. Penekanan Arcelus terletak pada komponen kedua yang mencerminkan adanya aglomeration economies (penghematan biaya persatuan karena kebersamaan lokasi satuan-satuan usaha). Untuk menjelaskan regional growth effect berikut ini dirumuskan sebagai berikut : Rij = E’ij ( rij - rn ) + ( Eij - E’ij ) ( rj - rn ) Dimana : E’ij = homothetic employment sektor i di wilayah j Eij = employment disektor i di wilayah j rj = laju pertumbuhan wilayah j rn = laju pertumbuhan nasional Selanjutnya rumus berikut : Rij =E’ij (rij - rj) - (rin - rn ) + ( Eij - E’ij ) [( rij - rj ) - (rin- rn)] Menggambarkan komponen bauran industri regional yang dimodifikasi olehArcelus. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIFNYA DARI PEMBANGUNAN Dampak Positif Pembangunan Ekonomi • Melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. • Adanya pembangunan ekonomi dimungkinkan terciptanya lapangan pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat, dengan demikian akan mengurangi pengangguran. • Terciptanya lapangan pekerjaan akibat adanya pembangunan ekonomi secara langsung bisa memperbaiki tingkat pendapatan nasional. • Melalui pembangunan ekonomi dimungkinkan adanya perubahan struktur perekonomian dari struktur ekonomi agraris menjadi struktur ekonomi industri, sehingga kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara akan semakin beragam dan dinamis. • Pembangunan ekonomi menuntut peningkatan kualitas SDM sehingga dalam hal ini, dimungkinkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berkembang dengan pesat. Dengan demikian, akan makin meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dampak Negatif Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, selain mempunyai dampak positif, ternyata pembangunan ekonomi juga mempunyai dampak negatif. Dari segi positif sudah jelas bahwa pembangunan ekonomi akan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pendapatan nasional. Namun, pembangunan ekonomi juga berdampak negatif bagi kelestarian alam, diantaranya dengan berkurangnya sumberdaya alam akibat eksploitasi berlebihan, pencemaran udara akibat polusi industri dan pembangunan infrastruktur perekonomian yang identik dengan perusakan alam. Hal tersebut menimbulkan satu pertanyaan, apakah pembangunan ekonomi selalu identik dengan perusakan alam? Tulisan berikut ini akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut secara lebih mendalam. Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian merupakan sektor penting yang harus senantiasa dikembangkan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun, di tengah maraknya pembangunan perekonomian dewasa ini, terjadi masalah dilematis yang cukup pelik, yaitu menyangkut disharmonitas antara pembangunan perekonomian pada satu sisi dan pelestarian alam pada sisi yang lain. Berkurangnya sumberdaya alam, polusi pabrik dan alih fungsi lahan hijau menjadi lahan perekonomian, merupakan contoh akibat dari pembangunan ekonomi yang tidak selaras dengan pelestarian alam. Tuntutan percepatan pertumbuhan ekonomi, seperti yang terjadi di negara-negara sedang berkembang, menuntut semakin banyak pula sumberdaya alam yang diambil sehingga menyebabkan semakin sedikit jumlah persediaan sumberdaya alam tersebut. Dengan demikian, ada hubungan yang positif antara jumlah dan kualitas sumberdaya alam dengan pertumbuhan ekonomis, tetapi sebaliknya ada hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan persediaan sumberdaya alam di dalam bumi. Pertumbuhan ekonomi juga mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan karena percepatan pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti dengan peningkatan sektor industri. Dengan meningkatnya sektor industri tingkat pencemaran terhadap lingkungan akibat limbah proses produksi juga meningkat. Proses industrialisasi tidak hanya menciptakan jumlah total produksi yang meningkat tetapi juga meningkatkan jumlah polusi dari sisa produksi. Polusi akibat sisa produksi apabila tidak ditangani secara baik akan menimbulkan pemcemaran bagi lingkungan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga secara tidak langsung kerap mendatangkan masalah bagi masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi selalu berkorelasi positif dengan pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan perekonomian yang tentu saja membutuhkan lahan. Namun, semakin hari lahan yang tersedia semakin terbatas, akibatnya banyak lahan yang seharusnya diperuntukan sebagai hutan lindung atau sebagai daerah resapan air dialihfungsikan menjadi kawasan perekonomian. Banjir yang ‘rajin’ mengunjungi Jakarta merupakan salah satu contoh akibat alih fungsi daerah resapan air yang menjadi masalah bagi masyarakat. Setelah mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan ekonomi yang berkorelasi negatif dengan pelestarian alam, lantas muncul pertanyaan, Bisakah terjadi harmonisasi antara pembangunan ekonomi dengan pelestarian alam? jawabannya adalah bisa. Dampak negatif dari proses pembangunan ekonomi dapat dicegah salah satunya adalah melalui program pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan di bidang ekonomi yang tidak hanya berorientasi hasil untuk saat ini tetapi juga berorientasi pada masa depan dengan titik fokus pada keberlangsungan pelestarian lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa barometer keberhasilan sebuah pembangunan adalah keselarasan antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkesinambungan yang ditandai dengan tidak terjadinya kerusakan sosial dan kerusakan alam. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan harus diterapkan demi keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi alam dan lingkungan hidup. Jadi, secara ringkas dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang semata-mata ditujukan untuk memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan akan membawa dampak negatif tidak hanya bagi alam tetapi juga bagi masyarakat. Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan adalah berkurangnya sumberdaya alam, pencemaran udara akibat polusi industri dan pembangunan infrastruktur yang identik dengan perusakan alam. Namun, hal tersebut dapat dicegah dengan menerapkan program pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Kesimpulan • Jadi disimpulkan bahwa pengembangan suatu sektor ekonomi potensial dapat menciptakan peluang bagi berkembangnya sektor lain yang terkait, baik sebagai input bagi sektor potensial maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor potensial yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal inilah yang memungkinkan pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal dalam pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah secara keseluruhan. • Keunggulan komperatif bagi suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. • Penggunaan LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Namun teknik ini mempunyai suatu kelemahan karena berasumsi bahwa permintaan disetiap daerah adalah identik dengan pola permintaan nasional, bahwa produktivitas tiap tenaga kerja disetiap daerah sector regional • adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu memperoleh kemajuan lebih lambat atau lebih cepat dari kemajuan nasional. Lincolyn Arsyad (1997: 290) dan Latif Adam (1994), mengemukakan bahwa analisis shift-share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Saran – Saran • Pemerintah perlu menetapkan kebijakan pembangunan dengan prioritas sektor unggulan/basis di masing-masing kabupaten/kota, dengan tetap memperhatikan sektor non basis secara proporsional. • Perlu mengenal secara baik daerah yang mempunyai potensi ekonomi spesialis (PES) dan potensi ekonomi rendah (PER), agar bijak dalam menentukan skala prioritas pembangunan, sehingga dapat merubah posisi Kabupaten/Kota masuk pada tipologi daerah yang lebih baik atau meminimalisir keberadaan kabupatenkabupaten pada tipologi daerah tertinggal. • Perlu melakukan revitalisasi semua sektor dimulai dari sektor yang memiliki nilai LQ>1 kemudian LQ<1, serta memacu peningkatan produktifitas dan profesionalitas dalam mengelola sektor-sektor potensial agar mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah baik Kabupaten/Kota maupun Propinsi. • Bagi investor yang ingin berinvestasi diharapkan bahan ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam memperhatikan sektorsektor yang potensial untuk dikembangkan serta prioritas pengembangan masingmasing sektor di Kabupaten/Kota. DAFTAR PUSTAKA • Kontruksi ketidakseimbangan pembangunan dalam telaah harmonisasi suprastruktur dan infrastruktur kebudayaan, Pengarang: DR. Arif Budi Wurianto, diakses dari http: http://www.02.246.ne.jp/~semar/ Menggunakan google! Pada tanggal 25 November,2008,16:30 oleh Najmu Laila. • Jhingan M.L, 1996, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta Manajemen Pertumbuhan Wilayah Tekhnik Analisis Pertumbuhan Wilayah Oleh: Kelompok IV A.ISMAIL HAMZAH ZULKARNAIN GAZALI ANDI JULIANA FEBBY FEBRIYANTO MUH. RIZAL ANGKAT PURWANTO MPD Tahun Ajaran 2011/2012 STIA LAN MAKASSAR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info