Senin, 14 Mei 2012

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH Perencanaan pembangunan daerah secara khusus diatur dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mengatur tahapan perencanaan mulai dari Rencana Pemerintah Jangka Panjang, Rencana Pemerintah Jangka Menengah (RPJM daerah), Renstra Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renstra SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renja SKPD). Meskipun demikian, Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, mengatur kembali system perencanaan pembangunan daerah yang telah diatur dalam UU 25/2004 sebelumnya, sekaligus mengatur pula proses penganggaran. Walaupun UU 32/2004 tidak mengatur sedetail UU SPPN khususnya perencanaan dan proses penganggaran dalam UU 17 dan 33, namun pengaturan kembali ini menimbulkan kerancuan terhadap penafsirannya. Sementara UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah mengatur perencanaan pembangunan daerah, namun hanya terbatas pada perencanaan tahunan yang meliputi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Renja SKPD), disamping mengatur penyusunan APBD. Perencanaan Pembangunan Daerah Menurut UU 25 2004 Banyak pihak yang mensinyalir UU 25 2004, lahir lebih mempertahankan eksistensi Bappenas. Kekhawatiran yang muncul adalah Bappenas dilikuidasi oleh lahirnya UU No. 17 2003 yang salah satunya memperkuat peran Depkeu. Jika ini yang terjadi, maka kebijakan yang dilahirkan tidaklah berdasarkan kebutuhan yang ada, melainkan sekedar pertarungan kepentingan antara lembaga negara di “Taman Suropati Vs Lapangan Banteng”. Terlepas dari hal ini, perlu melihat bagaimana system perencanaan menurut UU 25 2004 dan melihat permasalahan-permasalahan yang mungkin muncul dalam implementasinya Perencanaan jangka panjang atau RPJP Daerah dengan periode 20 tahunan memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah. Berangkat dari pengalaman orde baru, perencanaan jangka panjang 25 tahunan telah gagal mencapai targetnya. Tahapan pembangunan yang ditargetkan dengan teori pertumbuhan Rostow, tidak pernah terwujud tahapan tinggal landas di negara kita. RPJP daerah sebagai pedoman dalam penyusunan RPJM daerah, secara tidak langsung membatasi kampanye visi, misi dan program calon-calon kepala daerah yang turun dalam Pilkada langsung, mengingat RPJM daerah ini merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih. Artinya, para calon Kepala Daerah dalam berkampanye menyampaikan visi-misi dan programnya tidak boleh terlepas dari RPJP daerah. Bayangkan jika, ada 5 calon kepala daerah, maka akan terjadi perebutan isu yang ada dalam RPJP daerah. Disamping itu perencanaan jangka panjang juga memiliki landasan hukum yang lemah. Baik RPJP nasional maupun daerah yang ditetapkan dengan undang-undang atau Perda, dapat saja berubah atau diganti, seiring dengan pergantian pemerintahan nasional maupun daerah, apabila RPJP yang disusun oleh pemerintahan sebelumnya dianggap tidak sesuai dengan ideologi ataupun visi mereka. Akibatnya, RPJP daerah bisa saja terus dirubah pada saat pergantian pemerintahan sehingga tidak berbeda dengan RPJM daerah yang selalu dirumuskan 5 tahunan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) daerah dengan periode 5 tahunan sebagai penjabaran visi, misi dan program kepala daerah terpilih, penyusunannya dengan berpedoman pada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional. Hal ini memungkinkan membuka peluang ketidak-sinkronan bahkan pertentangan antara RPJM Daerah dengan RPJM Nasional yang merupakan penjabaran visi, misi dan arah pembangunan Presiden terpilih. Misal,Presiden terpilih dari Partai A dengan ideologi X, sementara di daerah tertentu Kepala Daerah terpilih dari Partai B dengan ideologi Y, akibatnya RPJM nasional dapat bertentangan dengan RPJM daerah tersebut. Disamping itu, perbedaan pelantikan antara Presiden dengan Kepala daerah dapat pula menyebabkan ketidaksinkronan antara RPJM Nasional dengan Daerah. Artinya, RPJM Nasional yang berasal dari Presiden yang akan berakhir masa baktinya dalam waktu 3 bulan, dijadikan acuan oleh kepala daerah yang baru dilantik dalam penyusunan RPJM daerahnya. Atau, dalam melakukan kampanye penyampaian visi, misi dan program kepala daerah juga perlu memperhatikan RPJM Nasional yang berasal dari Presiden dengan partai politik lain. Kaitannya, dengan UU 32 tahun 2004, terjadi perbedaan dasar hukum dalam penetapan RPJM daerah, dimana dalam undang-undang ini ditetapkan melalui Perda. Sementara, pada UU SPPN ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah (lihat lampiran persandingan undang-undang). Sisi positifnya, baik RPJP maupun RPJM dalam penyusunannya melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) perlu mengikutsertakan masyarakat. Namun, justru terjadi kontradiksi dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), karena tidak disebutkan perlunya keterlibatan masyarakat dalam penyusunannya. Padahal, RKPD sebagai rencana tahunan merupakan perencanaan berdasarkan kebutuhan masyarakat yang paling up-to-date dan langsung dirasakan masyarakat. Sedangkan, mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan RKPD yang dimaksud dalam undang-undang ini, hanya dalam hal pendanaan pembangunan. Selain itu, RKPD sebagai penjabaran RPJM daerah memiliki derajat hokum lemah, karena hanya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah, padahal RKPD ini dijadikan pedoman dalam penyusunan APBD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Artinya, jika terjadi ketidaksinkronan antara RKPD dan APBD, maka yang dijadikan acuan dan memiliki landasan aturan lebih kuat adalah APBD. Sepintas perencanaan yang diatur dalam UU 25 2004 terintegrasi dengan penganggaran, karena dijadikan pedoman RKPD dalam penyusunan RAPBD. Namun, dari segi institusi yang berperan sangat memungkinkan terjadinya overlapping peran antara Bappeda yang mengusung RKPD dengan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang mengusung arah kebijakan APBD yang juga tercantum dalam RKPD. Kemungkinan, yang terjadi apabila kedua institusi ini tidak melakukan koordinasi maka DPRD akan menerima dua RKPD dari institusi yang berbeda. 1. Perencanaan Pembangunan Berdasatkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Undang -undang Nomor 32 Tahun 2004 Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan sangat diperlukan suatu negara salam mencapai tujuan bernegara. Salah satu alasan penting perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional adalah untuk menjamin agar pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran. Tujuan sistem perencanaan pembangunan nasional antara lain adalah: (1) mendukung koordinasi antarperlaku pembangunan, (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah, (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat, dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengatur rahapan perencanaan pembangunan jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek (1tahun), baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat (termasuk kementerian/lembaga =KL) maupun pemerintah daerah (termasuk satuan kerja perangkat daerah = SKPD). Pada tingkat daerah, perencanaan pembangunan yang dihasilkan berupa dokumen-dokumen: Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP Daerah) untuk jangka panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah) dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) untuk jangka menengah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) untuk jangka pendek. Beberapa kritikan muncul dengan keluarnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004, yaitu bahwa lahirnya peraturan perundangan ini lebih pada upaya mempertahankan eksistensi Bappenas. Seiring munculnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara ada kekhawatiran lembaga perencanan Bappenas akan dihapus dengan semakin memperkuat posisi eksistensi Departemen Keuangan. Regulasi kadang memang lahir tidak berdasarkan kebutuhan yang ada, melainkan lebih karena berbagai pertarungan kepentingan antardepartemen atau kepentingan politis lainnya. Keterkaitan antar dokumen perencanaan berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 ini dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut: Perencanaan Penganggaran Jangka Panjang Jangka Menengah Jangka Pendek Berdasarkan skema ini dapat dijelaskan bahwa: a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dengan periode waktu 20 tahun memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah. Sehingga kedudukan RPJP Daerah ini menggantikan kedudukan Pola Dasar Pembangunan (POLDAS) Daerah yang selama ini menjadi dokumen induk pemerintah daerah atau ”GBHN-nya” daerah. RPJP Daerah menurut undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) sehingga tidak menjamin bahwa dalam 20 tahun tersebut dokumen RPJP Daerah tidak berubah seiring dengan pergantian pimpinan daerah. Jika setiap 5 tahun sekali diubah maka nasib dokumen RPJP Daerah itu mungkin tidak berbeda dengan RPJP Daerah yang setiap 5 tahun sekali disusun. b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) Daerah merupakan penjabaran visi, misi dan arah pembangunan daerah yang ada dalam RPJP Daerah. RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam rangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM Daerah disusun berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional. Prosedur itu memungkinkan terjadi ketidaksinkronan antara RPJM Daerah dengan RPJM Nasional. RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah terpilih sedangkan RPJM Nasional adalah penjabaran visi, misi dan Program Presiden terpilih. Misalnya, Presiden terpilih dati partai A dengan ideologi X, sementara di daerah tertentu Kepala Daerah terpilih dari partai B dengan ideologi Y, sehingga akibatnya RPJM nasional dapat saja berbeda jauh dengan RPJM Daerah tertentu tersebut. c. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disusun mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Pusat dan merupakan Penjabaran dari RPJM Daerah. RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Kritikan dalam penyusunan RKPD dalam hal ini adalah keterlibatan masyarakat. Penyusunan RPJP dan RPJM Daerah yang berjangka panjang dan menengah saja diatur supaya melibatkan masyarakat secara aktif. Penyusunan RKPD yang berjangka waktu tahunan dan produk perencanaan yang paling up to date serta langsung dapat dirasakan masyarakat, penyusunannya justru tidak diatur harus melibatkan masyarakat. Demikian pula dengan kekuatan hukum bagi RKPD itu yang dapat ditetapkan hanya dengan Peraturan Kepala Daerah, padahal dokumen RKPD itu menjadi acuan bagi penyusunan RAPBD dan RAPBD memiliki kekuatan hukum ditetapkan dengan Peraturan Daerah. d. Penganggaran program atau kegiatan di daerah dalam undang – undang ini tercermin dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Penyusunan RAPBD dalam peraturan perundangan ini mengacu pada Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah (RKPD). Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur tata cara perencanaan pembangunan dan penganggaran di daerah. Kesan yang muncul pada lahirnya undang-undang ini adalah bahwa undang-undang ini mengatur sistem perencanaan pembangunan sebagaimana yang diatur secara rinci dalam Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional dan pengelolaan keuangan atau penganggaran daerah yang diatur dalam undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Produk dokumen perencanaan yang harus ada di daerah menurut Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 ini tidak jauh berbeda produk dokumen perencanaan berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004. Perbedaan yang sangat membingungkan dari kedua Undang-undang itu adalah pada kekuatan hukum dokumen RPJM Daerah. Pada pasal 19 ayat (3) Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 disebutkan bahwa ”RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Daerah dilantik”. Sedangkan pasal 150 ayat (3) huruf e. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa ”RPJP Daerah dan RPJM Daerah ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Perbedaan kekuatan hukum atas dokumen yang sama ini tentu sangat membingungkan aparat perencana maupun pihak lain yang terkait dengan penetapan peraturan perundang-undangan seperti DPRD. Bagi pihak pemerintah tentu lebih memilih menggunakan dasar UU Nomor 25 tahun 2004 karena proses penetapan RPJM Daerah dengan Peraturan Kepala Daerah lebih sederhana. Tetapi bagi legislatif (DPRD) untuk menjamin keterlibatan masyarakat yang direpresentasikan melalui wakilnya, penetapan RPJM daerah dengan Peraturan Daerah (Perda) tentu yang lebih dipilih. Terlepas dari pro kontra penggunaan dasar hukum yang lebih tepat bagi penyusunan dokumen perencanaan di daerah, pada masa yang akan datang daerah akan disibukkan dengan penyusunan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan dari RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra SKPD, RKPD dan Renja SKPD yang semuanya relatif baru. Badan Perencana di daerah mana akan sibuk mempersiapkan dokumen awal RPJP Daerah, RPJM daerah maupun RKPD. 2. Pengelola Keuangan (Penganggaran) Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undnag-undang Nomor 33 Tahun 2004. UU 17 2003 dan UU 33 2004 seperti saudara kembar dalam pengaturan penyusunan APBD. Hal ini dapat dilihat hampir sebagian pasal dan ayat pada UU 33/2004, khusunya berkaitan dengan penyusunan APBD, merupakan “copy paste” dari UU 17/2003. Perbedaannya, hanyalah pergantian 1-2 kata dan penambahan 1 ayat dalam pasal-pasalnya, namun tetap mengisaratkan hal yang sama. Dari kedua aturan yang memiliki kekuatan hokum yang sama ini, 12 ayat menyatakan atau mengatur hal yang sama. Pada dasarnya, pencatuman kembali aturan kedalam aturan yang lain tidaklah menjadi suatu masalah, namun alangkah baiknya jika pengaturan hal yang sama cukup merujuk aturan yang dimaksud. Sehingga tidak terkesan melakukan pemborosan aturan atau ketidak-kreatifan dalam penyusunan undang-undang, yang dapat menjadi preseden buruk bagi para aparat di daerah dalam penyusunan Perda. Apalagi selama ini telah terbukti banyak daerah yang menyusun Perda hanya Copy paste dari daerah lain atau aturan yang lebih tinggi. Walaupun kedua aturan ini tidak jauh berbeda, namun jika dibandingkan dengan UU 32/2004, dapat terjadi multi-interpretasi dalam pemahamannya. Dari ke-empat undang-undang di atas, seperti tergambarkan dalam alur perencanaan dan penganggaran, maka tidak menutup kemungkinan perencanaan dan penganggaran di daerah akan berbeda-beda tergantung dari undang-undang yang digunakannya. Multi-intepretasi dari perbandingan alur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pada UU 17/2003 dan UU 33/2004, Renja SKPD disusun berdasarkan prestasi kerja, sementara UU 25/2004 dan UU 32/2004 tidak memerintahkan hal ini. UU 32 2004, menyatakan RKA SKPD yang disusun berdasarkan prestasi kerja. Pertanyaannya, apakah Renja SKPD dan RKPD sama. 2. Pada UU 25/2004, Renja SKPD berpedoman pada Renstra SKPD dan mengacu pada RKPD. Sementara pada UU 32/2004 Renja SKPD dirumuskan dari Renstra SKPD, tanpa memerintahkan mengacu kepada RKPD. Sedangkan pada UU 33/2004, menyatakan Renja SKPD penjabaran dari RKPD tanpa berpedoman pada Renstra SKPD 3. Pada UU 32 2004, KDH menetapkan prioritas dan plafon. Sementara pada UU 17/2003 dan UU 33/2004, prioritas dan plafon dibahas bersama DPRD dan Pemda 4. Pada UU 32 2004, prioritas dan plafon yang telah ditetapkan kepala daerah dijadikan dasar penyusunan RKA SKPD. Sedangkan UU 17 2003 dan UU 33 2004, prioritas dan palofon sementara yang dibahas DPRD dengan Pemda yang dijadikan acuan penyusunan RKA SKPD 5. Pada UU 32/2004 RKA SKPD disampaikan kepada PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) sebagai dasar penyusunan RAPBD. Sedangkan UU 17/2003 dan UU 33/2004 RKA SKPD disampaikan ke DPRD untuk dibahas, hasilnya disampaikan ke PPKD 6. Pada UU 17 2003, hak DPRD untuk mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dan antisipasinya jika RAPBD tidak disetujui. Sedangkan pada UU 33 2004 dan UU 32 2004 tidak memerintahkan hal ini. Bab IV Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 yang terdiri dari pasal 16 sampai dengan pasal 20 mengatur tentang Penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Proses penganggaran daerah pada undang-undang ini dilakukan dengan urutan : a. Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD kepada DPRD (Pasal 18, ayat 1) b. DPRD membahas kebijakan umum APBD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. (Pasal 18, ayat 2) c. Pemerintah Daerah dan DPRD menyepakati kebijakan umum APBD. (Pasal 18, ayat 3) d. Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk acuan SKPD. (Pasal 18, ayat 3) e. Kepala SKPD menyusun RKA SKPD dengan pendekatan prestasi kerja yang dicapai. ( Pasal 19, ayat 1 dan 2) f. RKA SKPD diserahkan kepada DPRD untuk dibahas salam pembicaraan pendahuluan RAPBD. (Pasal 19, ayat 5) g. Hasil pembahasan RKA SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan RAPBD (Pasal 19, ayat 5) h. Pemerintah mengajukan RAPBD kepada DPRD. (Pasal 20, ayat 1) i. DPRD membahas dokumen RAPBD dan dapat mengajukan usul. (Pasal 2, ayat 2 dan 3) j. DPRD mengambil keputusan tentang Raperda APBD untuk menjadi Perda APBD (Pasal 20, ayat 4 dan 5) Secara skematis proses penganggaran daerah berdasarkan Undang–Undang Nomor 17 tahun 2003 dapat digambarkan sebagai berikut: Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan pengganti Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pokok-pokok muatan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 merupakan penegasan dan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 terutama tentang: a. Penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, b. Penambahan jenis Dana Hasil dari sektor Pertambangan Panas Bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 c. Pengelompokan Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam komponen Dana Alokasi Khusus menjadi Dana Bagi Hasil d. Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Umum e. Penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana Alokasi Khusus f. Penambahan Pengaturan Hibah dan Dana Darurat g. Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme pinjaman daerah, termasuk obligasi daerah h. Pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan i. Penegasan pengaturan sistem informasi keuangan daerah, dan j. Prinsip akuntabilitas dan responsibilitas dalam undang-undang ini dipertegas dengan pemberian sanksi. Proses penganggaran menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 ini tidak jauh berbeda dengan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Bahkan berkenaan dengan penyusunan dan penetapan APBD, dokumen undang-undang ini hampir merupakan copy dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003. Ada kurang lebih 12 ayat dalam kedua undang-undang ini yang menyatakan atau mengatur perkara yang sama, dan perbedaan keduanya hanyalah pergantian 1 atau 2 kata saja. Pengaturan perkara yang sama dengan mencantumkan kembali pada peraturan perundang-undangan dengan kekuatan hukum yang sama ini lebih mengesankan adanya pemborosan aturan atau ketidakkreatifan dalam penyusunan undang-undang. Perbedaan yang sangat menonjol dalam proses penganggaran kedua undang-undang ini adalah dicantumkannya hak usul DPRD terhadap pengajuan RAPBD pemerintah daerah sehingga dapat mempengaruhi jumlah kegiatan dan pendanaan dalam RAPBD. Prosedur penganggaran yang coba diatur oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 juga terkesan membingungkan bagi aparat perencanaan dan pengenggaran di daerah. Jika dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2004 dijelaskan bahwa Prioritas dan Plafon Anggaran dibahas bersama

3 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, maka saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ibu LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
    Saya mengajukan pinjaman 2 milyar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
    Saya pikir itu hanya lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email: lassajimloancompany@gmail.com

    Anda juga dapat menghubungi nomor JIM ibu LASSA whatsApp +1(301)969-1955.

    Akhirnya, saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena telah meluangkan waktu untuk membaca kesaksian sejati hidup saya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa agar Tuhan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Sekali lagi nama saya adalah INDALH HARUM, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya: Indalhharum@gmail.com

    BalasHapus
  3. Coin Casino: Slots and Betting - ChoGiocasino
    Welcome to ChoGiocasino! We offer a wide range of casino games dafabet for online players, including 코인카지노 roulette, blackjack and video 제왕카지노 poker.

    BalasHapus

Get Free Music at www.divine-music.info
Get Free Music at www.divine-music.info

Free Music at divine-music.info